oleh :

Image by FlamingText.com
Image by FlamingText.com

Minggu, 06 Desember 2009

Simetri Lipat dan Simetri Putar

A. Simetri Lipat
Simetri Lipat adalah jumlah lipatan yang dapat dibentuk oleh suatu bidang datar menjadi 2 bagian yang sama besar. Untuk mencari simetri lipat dari suatu bangun datar maka dapat dilakukan dengan membuat percobaan dengan membuat potongan kertar yang ukurannya mirip dengan yang akan diuji coba. Lipat-lipat kertas tersebut untuk menjadi dua bagian sama besar. Berikut ini adalah banyak simetri lipat dari bangun datar umum :
- Persegi Panjang memiliki 2 simetri lipat
- Bujur Sangkar memiliki 4 simetri lipat
- Segitiga Sama Sisi memiliki 3 simetri lipat
- Belah Ketupat memiliki 2 simetri lipat
- Lingkaran memiliki simetri lipat yang jumlahnya tidak terbatas
B. Simetri Putar
Simetri Putar adalah jumlah putaran yang dapat dilakukan terhadap suatu bangun datar di mana hasil putarannya akan membentuk pola yang sama sebelum diputar, namun bukan kembali ke posisi awal. Percobaan dapat dilakukan mirip dengan percobaan pada simetri lipat namun caranya adalah dengan memutar kertas yang telah dibentuk. Berikut ini adalah banyak simeti putar pada bangun datar umum :
- Persegi Panjang memiliki 2 simetri putar
- Bujur Sangkar memiliki 4 simetri putar
- Segitiga Sama Kaki tidak memiliki simetri putar
- Segitiga Sama Sisi memiliki 3 simetri putar
- Belah Ketupat memiliki 2 simetri putar
- Lingkaran memiliki simetri putar yang jumlahnya tidak terbatas

Rumus Konversi/Merubah Suhu Celcius, Fahrenheit, Reamur dan Kelvin - Perubahan Derajat Temperatur Panas Satuan Skala Suhu Fisika

Sat, 18/11/2006 - 11:41am — godam64
Di dunia terdapat banyak standar satuan hitungan skala suhu, namun yang akan kita bahas lebih lanjut rumusnya hanya yang paling banyak dipakai saja yaitu :
1. Celcius atau Selsius
2. Fahrenheit atau Farenheit
3. Reamur atau Rheamur
4. Kelvin (standar SI satuan internasional)
5. Rankine
6. Delisle
7. Newton
8. Romer
A. Rumus merubah celcius ke kelvin
= Celcius + 273,15
B. Rumus merubah celcius ke rheamur
= Celcius x 0,8
C. Rumus merubah reamur ke celcius
= Rheamur x 1,25
D. Rumus merubah celcius ke fahrenheit
= (Celcius x 1,8) + 32
E. Rumus merubah fahrenheit ke celcius
= (Fahrenheit - 32) / 1,8
F. Rumus merubah rheamur ke farenheit
= (Rheamur x 2,25) + 32
Yang perlu kita ketahui adalah perbandingan suhu antara celcius, reamur dan fahrenheit adalah 5 : 4 : 9. Khusus untuk farenheit perlu ditambah 32 untuk perubahnnya. Perubahan lain bisa melakukan penyesuaian rumus di atas.
Tambahan :
- Satuan derajat temperatur suhu adalah dengan lambang derajat, yaitu pangkat nol setelah angka suhu dan diikuti dengan jenis standarnya. Misalnya C untuk celcius, R untuk reamur dan F untuk fahrenheit. Namun untuk Kelvin tidak membutuhkan pangkat nol setelah angka satuan suhu.
- Alat untuk mengukut temperatur suhu memiliki nama termometer. Termometer adalah tabung kaca yang didalamnya terdapat cairan raksa atau alkohol. Semakin rendah suhu maka cairan raksa maupun alkohol akan menciut dan mengembang jika suhu kian tinggi.
- Masalah suhu biasanya dipelajari pada mata pelajaran ipa fisika dan kimia.

Pengertian / Definisi Jajaran Genjang - Sifat Bangun Datar Jajar Genjang Matematika Dasar - Belajar Lewat Media Internet Online

Fri, 01/12/2006 - 7:21pm — godam64
Jajar Genjang atau Jajaran Genjang adalah suatu bangun datar yang terbentuk oleh segitiga dengan bayangannya jika diputar setengah putaran pada salah satu sisi yang dimilikinya.
Sifat-sifat yang dimiliki oleh bangun datar jajaran genjang adalah sebagai berikut :
1. Sudut-sudut yang saling berhadapan adalah sama besar.
2. Sisi-sisi yang saling berhadap-hadapan adalah sama panjang serta sejajar.
3. Sudut-sudut yang berdekatan bila ditotal berjumlah 180 derajat.
4. Diagonal jajar genjang saling membagi dua sama panjang.
Catatan Kaki :
Anda bisa memperoleh rumus jajaran genjang / jajar genjang serta rumus dan pengertian / definisi bangun datar dan ruang lain dengan mencarinya di situs organisasi.org ini melalui fitur mesin pencari atau search yang ada di situs ini. Terima kasih.

Matematika Hanya Fokus pada Teori Murid Sekadar Bisa Mengungkapkan Apa yang Diterima dari Guru

Pembelajaran mata ajaran matematika di sekolah dasar masih lemah. Pengajaran matematika masih terfokus pada teori sehingga murid menjadi kurang kreatif, terlalu formal, dan masih terpaku pada rumusan baku.
Kelemahan pembelajaran matematika di sekolah ini terlihat pada lomba Mathematics Problem Solving Competition for Elementary School yang diselenggarakan Purikids, Sabtu (2/12).
Mayoritas peserta lomba yang terdiri atas 61 tim dari 15 SD cenderung kesulitan dalam mengerjakan soal terbuka berbentuk cerita. Mereka juga tidak terbiasa mempresentasikan penyelesaian soal matematika di depan kelas atau para juri.
"Perlombaan ini mencerminkan sistem pembelajaran matematika di sekolah. Guru tak pernah mendorong murid untuk menggali strategi sendiri. Anak-anak hanya bisa mengungkap apa yang mereka terima dari guru," kata anggota tim Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Yansen Marpaung, juri lomba.
Menurut Yansen, sekolah masih menerapkan metode dan strategi pengajaran matematika yang tradisional. Murid lebih banyak pasif dan tidak pernah belajar menyelesaikan soal terbuka. Tiap sekolah seharusnya mulai memberi kesempatan kepada murid untuk membangun strategi sendiri. Selain itu, pertanyaan yang diberikan kepada para murid harus terkait dengan realita hidup sehari-hari.
Saat ini PMRI intensif mendampingi 10 sekolah di Yogyakarta untuk lebih menerapkan pembelajaran matematika realistik. Sekolah tersebut, antara lain, SD Kanisius Demangan, MIN II Yogyakarta, dan SD Bopkri III. Pendampingan terutama bagi guru-guru dengan pertemuan rutin tiap bulan sekali.
Guru SD Marsudirini Andry Anugerah Hana mengaku kesulitan untuk menerapkan gaya pembelajaran matematika yang realistik. Penggunaan alat peraga dan presentasi sulit dilakukan karena keterbatasan waktu. "Kami dikejar-kejar kurikulum, jadi terpaksa hanya mengajarkan rumus baku agar materi lekas selesai," ujarnya.
Perlombaan dengan presentasi dan soal terbuka, menurut Hana, juga baru pertama kali diikuti oleh murid-muridnya. Biasanya mereka hanya duduk diam mengerjakan soal tertulis. Tak heran murid-muridnya yang sudah biasa ikut lomba tampak stres dan kelabakan dalam mengerjakan soal.
Kali ini tiap tim yang terdiri atas tiga murid kelas empat hingga enam harus mengerjakan dua buah soal selama 10 menit kemudian mempresentasikan hasilnya di hadapan juri selama lima menit. Murid SD Marsudirini Alviora, misalnya, bertengkar dengan timnya begitu keluar dari ruang pengerjaan soal. Mereka saling menyalahkan karena kehabisan waktu dan tak bisa menyelesaikan soal nomor dua. Sementara, soal nomor satu juga tak bisa terjawab dengan baik karena mereka tak bisa menerjemahkan soal cerita ke dalam rumus yang selama ini dipelajari.
Panitia lomba, Theresia Prisana Purbani, berharap para murid bisa belajar untuk mendialogkan matematika dan tahu makna di balik rumus yang ada. Perlombaan ini adalah yang pertama kali diadakan dan dijuarai tim dari SD Budi Mulya II. (AB9)

Konversi Satuan Ukuran Berat, Panjang, Luas dan Isi

Wed, 26/04/2006 - 8:06pm — godam64
Berikut ini adalah satuan ukuran secara umum yang dapat dikonversi untuk berbagai keperluan sehari-hari yang disusun berdasarkan urutan dari yang terbesar hingga yang terkecil :
km = Kilo Meter
hm = Hekto Meter
dam = Deka Meter
m = Meter
dm = Desi Meter
cm = Centi Meter
mm = Mili Meter
A. Konversi Satuan Ukuran Panjang
Untuk satuan ukuran panjang konversi dari suatu tingkat menjadi satu tingkat di bawahnya adalah dikalikan dengan 10 sedangkan untuk konversi satu tingkat di atasnya dibagi dengan angka 10. Contoh :
- 1 km sama dengan 10 hm
- 1 km sama dengan 1.000 m
- 1 km sama dengan 100.000 cm
- 1 km sama dengan 1.000.000 mm
- 1 m sama dengan 0,1 dam
- 1 m sama dengan 0,001 km
- 1 m sama dengan 10 dm
- 1 m sama dengan 1.000 mm
B. Konversi Satuan Ukuran Berat atau Massa
Untuk satuan ukuran berat konversinya mirip dengan ukuran panjang namun satuan meter diganti menjadi gram. Untuk satuan berat tidak memiliki turunan gram persegi maupun gram kubik. Contohnya :
- 1 kg sama dengan 10 hg
- 1 kg sama dengan 1.000 g
- 1 kg sama dengan 100.000 cg
- 1 kg sama dengan 1.000.000 mg
- 1 g sama dengan 0,1 dag
- 1 g sama dengan 0,001 kg
- 1 g sama dengan 10 dg
- 1 g sama dengan 1.000 mg
C. Konversi Satuan Ukuran Luas
Satuan ukuran luas sama dengan ukuran panjang namun untuk mejadi satu tingkat di bawah dikalikan dengan 100. Begitu pula dengan kenaikan satu tingkat di atasnya dibagi dengan angka 100. Satuan ukuran luas tidak lagi meter, akan tetapi meter persegi (m2 = m pangkat 2).
- 1 km2 sama dengan 100 hm2
- 1 km2 sama dengan 1.000.000 m2
- 1 km2 sama dengan 10.000.000.000 cm2
- 1 km2 sama dengan 1.000.000.000.000 mm2
- 1 m2 sama dengan 0,01 dam2
- 1 m2 sama dengan 0,000001 km2
- 1 m2 sama dengan 100 dm2
- 1 m2 sama dengan 1.000.000 mm2
D. Konversi Satuan Ukuran Isi atau Volume
Satuan ukuran luas sama dengan ukuran panjang namun untuk mejadi satu tingkat di bawah dikalikan dengan 1000. Begitu pula dengan kenaikan satu tingkat di atasnya dibagi dengan angka 1000. Satuan ukuran luas tidak lagi meter, akan tetapi meter kubik (m3 = m pangkat 3).
- 1 km3 sama dengan 1.000 hm3
- 1 km3 sama dengan 1.000.000.000 m3
- 1 km3 sama dengan 1.000.000.000.000.000 cm3
- 1 km3 sama dengan 1.000.000.000.000.000.000 mm3
- 1 m3 sama dengan 0,001 dam3
- 1 m3 sama dengan 0,000000001 km3
- 1 m3 sama dengan 1.000 dm3
- 1 m3 sama dengan 1.000.000.000 mm3
Cara Menghitung :
Misalkan kita akan mengkonversi satuan panjang 12 km menjadi ukuran cm. Maka untuk merubah km ke cm turun 5 tingkat atau dikalikan dengan 100.000. Jadi hasilnya adalah 12 km sama dengan 1.200.000 cm. Begitu pula dengan satuan ukuran lainnya. Intinya adalah kita harus melihat tingkatan ukuran serta nilai pengali atau pembaginya yang berubah setiap naik atau turun tingkat/level.
Satuan Ukuran Lain :
A. Satuan Ukuran Panjang
- 1 inch / inchi / inc / inci = sama dengan = 25,4 mm
- 1 feet / ft / kaki = sama dengan = 12 inch = 0,3048 m
- 1 mile / mil = sama dengan = 5.280 feet = 1,6093 m
- 1 mil laut = sama dengan = 6.080 feet = 1,852 km
1 mikron = 0,000001 m
1 elo lama = 0,687 m
1 pal jawa = 1.506,943 m
1 pal sumatera = 1.851,85 m
1 acre = 4.840 yards2
1 cicero = 12 punt
1 cicero = 4,8108 mm
1 hektar = 2,471 acres
1 inchi = 2,45 cm
B. Satuan Ukuran Luas
- 1 hektar / ha / hekto are = sama dengan = 10.000 m2
- 1 are = sama dengan = 1 dm2
- 1 km2 = sama dengan = 100 hektar
C. Satuan Ukuran Volume / Isi
1 liter / litre = 1 dm3 = 0,001 m3
D. Satuan Ukuran Berat / Massa
- 1 kuintal / kwintal = sama dengan = 100 kg
- 1 ton = sama dengan = 1.000 kg
- 1 kg = sama dengan = 10 ons
- 1 kg = sama dengan = 2 pounds

Belajar Nomor / Angka Romawi Kuno I V X L C D M - Pelajaran Matematika

Mon, 05/05/2008 - 12:25am — godam64
Pada zaman dahulu kala orang romawi kuno menggunakan penomoran tersendiri yang sangat berbeda dengan sistem penomeran pada jaman seperti sekarang. Angka romawi hanya terdiri dari 7 nomor dengan simbol huruf tertentu di mana setiap huruf melangbangkan / memiliki arti angka tertentu, yaitu :
I / i untuk angka satu / 1
V / v untuk angka lima / 5
X / x untuk angka sepuluh / 10
L / l untuk angka lima puluh / 50
C / c untuk angka seratus / 100
D / d untuk angka lima ratus / 500
M / m untuk angka seribu / 1000
Beberapa kekurangan atau kelemahan sistem angka romawi, yakni :
1. Tidak ada angka nol / 0
2. Terlalu panjang untuk menyebut bilangan tertentu
3. Terbatas untuk bilangan-bilangan kecil saja
Untuk menutupi kekurangan angka romawi pada keterbatasan angka kecil, maka dibuat pengali seribu dengan simbol garis strip di atas simbol hurup (kecuali I).
V / v dengan garis di atas untuk angka lima ribu / 5000
X / x dengan garis di atas untuk angka sepuluh ribu / 10000
L / l dengan garis di atas untuk angka lima puluh ribu / 50000
C / c dengan garis di atas untuk angka seratus ribu / 100000
D / d dengan garis di atas untuk angka lima ratus ribu / 500000
M / m dengan garis di atas untuk angka satu juta / 1000000
Metode / Teknik Penomoran Angka Romawi :
1. Simbol ditulis dari yang paling besar ke yang paling kecil
2. Semua simbol besar ke kecil dijumlah kecuali kecil ke besar berarti ada pengurangan.
Contoh penulisan angka romawi kuno :
1. 16 = XVI
2. 35 = XXXV
3. 45 = XLV
4. 79 = LXXIX
5. 99 = IC
6. 110 = CX
7. 999 = CMXCIX
8. 1666 = MDCLXVI
9. 2008 = MMVIII

BAGAIMANA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata pembelajaran adalah kata benda yang diartikan sebagai “proses, cara, menjadikan orang atau mahluk hidup belajar” (Depdikbud). Kata ini berasal dari kata kerja belajar yang berarti “ berusaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman”(Depdikbud).
Menurut Gagne dan Briggs dalam (Aisyah) melukiskan pembelajaran sebagai “upaya orang yang tujuannya adalah membantu orang belajar” (Aisyah, dkk, 2007), secara lebih terinci Gagne mendefinisikan pembelajaran sebagai “ seperangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajar yang sifatnya internal (Gredler, 1991).
Suatu pengertian yang hamper sama dikemukakan oleh Corey bahwa pembelajaran adalah “Suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Pembelajaran merupakan sub-set khusus pendidikan. (Miarso dkk, 1977).
Dari keempat pengertian pembelajaran tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran berpusat pada kegiatan siswa belajar dan bukan berpusat pada kegiatan guru mengajar. Oleh karena itu pada hakekatnya pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang (sipelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika.
Dalam batasan pengertian pembelajaran yang dilakukan di sekolah, pembelajaran matematika dimaksudkan sebagai proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan (kelas atau sekolah yang memungkinkan kegiatan siswa belajar matematika di sekolah. Dari pengertian tersebut jelas kiranya bahwa unsur pokok dalam pembelajaran matematika SD adalah guru sebagai salah satu perancang proses, proses yang sengaja dirancang selanjutnya disebut proses pembelajaran, siswa sebagai pelaksana kegiatan belajar, dan matematika sekolah sebagai obyek yang dipelajari dalam hal ini sebagai salah satu bidang studi dalam pelajaran.

Ruang Lingkup Materi Pengajaran IPS di SD

Pengorganisasian materi IPS yang banyak digunakan dalam kurikulum sekolah sekarang ini, adalah pendekatan lingkungan yang semakin meluas atau expanding environments approach seperti dikatakan Sunal tahun 1990. Walaupun pendekatan tersebut banyak mendapatkan kritik dan berbagai pihak, seperti pendekatan ini tidak memberikan pengajaran kepada anak sejak dini tentang kepedulian, pendekatan ini lebih berorientasi kepada tingkat usia atau kelas bahkan Schneider, menyebutnya sebagai penyusunan tradisional merupakan cara yang kurang ilmiah atau lack of scholary subtance. Namun kenyataannya pengorganisasian bahan pengajaran melalui pendekatan lingkungan meluas, sampai saat ini yang banyak digunakan dalam pengajaran IPS dibandingkan dengan cara yang lainnya, seperti proyek sosial Minesota yang dikembangkan oleh Capron dan proyek modul peran sosial yang dikembangkan oleh Superka dan Hawke.
Pengorganisasian bahan dengan menggunakan pendekatan lingkungan yang semakin meluas sebetulnya pertama kali diusulkan oleh Hanna pada tahun 1955. Dalam usulannya itu, Hanna menggabungkan pendekatan lingkungan meluas tersebut dengan tema-tema pokok yang dinamakannya sebagai kegiatan­kegiatan dasar manusia dalam masyarakat.
Di Indonesia pengorganisasian materi IPS pada tingkat Sekolah Dasar sejak kurikulum tahun, 1968, 1975 dan 1994 pada umumnya menganut pendekatan Iingkungan masyarakat yang semakin meluas. Dalam kurikulum tahun 1968 sebutan pengajaran IPS belum dikenal. Yang dijelaskan disitu adalah Pendidikan Kewarganegaraan meliputi sejarah Indonesia, ilmu bumi, dan kewarganegaraan. Mata pelajaran ini, di dalam kurikulum termasuk segi pendidikan kelompok pembinaan kiwa pancasila. Segi pendidikan ini merupakan jalinan (korelasi) segi pendidikan ilmu bumi, sejarah dan pengetahuan kewarganegaraan.
Bahan untuk kelas satu pesan-pesan IPS disalurkan melalui pengajaran bahasa dan sastra Indonesia, yaitu tentang kehidupan di rumah dan sekitarnya yang menyangkut hubungan sosial termasuk kekeluargaan, sopan santun, kegotongroyongan, tanggung jawab, serta tata tertib di jalan, sekolah dan sekitarnya, hari Id, natal, hari proklamasi dan sebangsanya. Demikian halnya di kelas dua, mengenai kehidupan desa, kota, tertib lalulintas, arah, waktu sehari, ceritera rakyat dan ceritera pahlawan.
Kelas tiga mempelajari kedelapan penjuru angin, kecamatan, pemerintahan, dan tokoh daerah. Kelas empat sudah mempelajari seluruh tanah air, termasuk provinsi-provinsi, tokoh-tokoh proklamasi, transportasi dan pemerintah daerah. Kelas lima tentang tanah air diteruskan negara tetangga sudah dipelajari secara sistimatik.
Yang lainnya ialah sejarah pergerakan nasional dan pancasila. Kelas enam sudah lebih luas walaupun tanah air tetap dikaji. Pengenalan negara tetangga diteruskan. Bahan belajar lain ialah tentang migrasi, pembangunan nasional, asal usul bangsa, perjuangan mempertahankan dan memelihara tanah air, pahlawan, PBB, dan dunia.
Pendekatan meluas ini tampak pula pada buku pedoman umum Ilmu Pengetahuan Sosial (Depdikbud, 1973 ) yang terbit sebelum kurikulum 1975 lahir. Di kelas satu disajikan tentang rumah, sekolah, lingkungan sekitar rumah RT, RW, terus menyempit. Sebaliknya bahan tentang tanah air Indonesia mulai disajikan. Demikian pula tentang dunia intemasional sudah mulai diperkenalkan sejak kelas dua. Bahan belajar tentang dunia internasional mencapai keluasaan tertinggi diberikan di kelas VI.
Pada kurikulum sekolah dasar tahun 1994, ruang lingkup pengetahuan sosial mencakup : keluarga, masyarakat, uang, tabungan, pajak, ekonomi setempat, wilayah provinsi, wilayah kepulauan, pemerintah daerah, negara Republik Indonesia, dan pengenalan kawasan dunia. Sedangkan pengajaran sejarah meliputi : sejarah lokal, kerajaan-kerajaan di Indonesia, tokoh dan peristiwa, bangunan bersejarah, Indonesia pada zaman penjajahan Portugis, Spanyol, Belanda, dan pendudukan Jepang, serta beberap peristiwa penting pada masa kemerdekaan.
Di samping dua pendekatan tersebut di atas, terdapat pula pendekatan yang berhubungan dengan tingkat keterpaduan materi program IPS, pada tingkat sekolah dasar dilakukan secara terpadu (integrated) di mana konsep-konsep dari berbagai disipiln ilmu sosial dipadukan untuk mengkaji memahami suatu pokok permasalahan/topik.
Melalui ruang lingkup dari kecil hingga meluas, merupakan materi yang harus diajarkan pada tingkat sekolah dasar, dan tentunya pada tingkat seterusnya materi pelajaran lebih di perluas. Pada akhirnya seorang siswa akan memiliki kemampuan dan pengetahuan yang bermula pada lingkungannya sendiri hingga lingkungan dunia. Semoga.***
Pembelajaran IPS di SD, dilaksanakan pada kelas 5 SD Negeri Cibiru X Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung dimaksudkan untuk memperoleh pengalaman empiric dalam mengembangkan dan menerapkan srategi pembelajaran IPS di SD melalui pengajaran konsep. Penelitian dilakukan saecara kolaborasi antara peneliti sebagai tenaga edukatif akademik di ingkungan PGSD dengan guru kelas sehingga sebagai praktisi tenaga kependidikan dasar di lapangan dapat meningkatkan proses hasil pembelajaran IPS di SD.sasaran lanjut pelaksanaan kolaborasi studi ini diharapkan dapat membantu mengatasi kesulitan dan hambatan yang dihadapi guru dalam melaksanakan tugasnya.

Dari proses pelaksanaan, diproleh hasil bahwa : guru kelas 5 SD Negeri Cibiru x telah megetahui model pengajaran konsep sebagai pengetahuaan teoritik, tetapi tidak pernah menerapkan karena memandang lebih sukar disbanding pola mengajar yang telah biasa dilakukannya. Guru kelas 5 SD Cibiru x bersikap terbuka dan menunujukan keinginan yang besar untuk mengembangkan kemampuan dalam mengalola pembelajaran IPS sehingga proses kolaborasi ini berhasil dilaksanakan da mencapai sasaran.

Prosedur Pengembangkan program peneletian tindakan kelas ini, dirancang pada setiap siklusnay terdiri dari lima tahap, yakni “ orentasi perencanaan, tindakan. Observasi, dan repleksi. Adapun hasil kongritnaya dapat dilihat dari siklus pelaksanaan, mulai dari tindakan I hingga 4 antara lain : pada tindakan pertama dan kedua, pembelajaran kurang efektif,seperti kurang kemampuan guru dalam penguasaan bahan pelajaran, penguasaan strategi pembelajaran konsep termasuk didalamnya kemampuan mengorganisasikan bahan pelajaran IPS pada tindakan ke tiga dan keempat terdapat perubahan derastis dan peningkatan setelah tim peneliti guru kelas mengadakan peninjauan kembali terhadap rencana pembelajaran berikut kegiatan pembelajarannya.

Dalam implimentasi pembelajaran guru sebagai praktisi melaksanakan kegiatan, yaitu dengan cara menggunakan srategi pengajaran konsep untuk membantu kelancaran pada setiap tindakan pembelajaran, peneliti melakukan pengamatan secara langsung terhadap proses pada pembelajaran. Dari setiap pengamatan selanjutnya dilakukan refleksi dan analisis setiap tindakan untuk kemudian melakuakan perbaikan-perbaikan

Pelaksanan penelitian tindakan kelas ini, telah menghasilkan perubahan-perubahan positf dan peningkatan yang mencakup perubahan sikp belajar dan hasil pembelajaran IPS. Adapun perubahan-perubahan yang terjadi itu meliputi : (1) .guru kelas dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengembangkan srategi pengajaran kosep IPS,(2). Srategi pembelajaran konsep dapat meningkatkan aktivitas, kraetivitas, dan motivasi siswa dalam pembelajaran IPS. (3). Minat belajar IPS tinggi, (4). Hasilbelajar IPs Meningkat .

Hasil penelitian tindakan ini, direkomendasikan kepada pihak terkait untuk mengembangkan model pengajaran konsep sebagai salah satu jalan keluar dari persoalan rendahnya mutu dan hasil pembelajaran IPS, khususnaya di sekolah dasar.

Proses Pembelajaran IPS di SD

Pembelajaran menurut Resnik yang dikutip oleh Martorella 1991, dijelaskan sebagai berikut : Pembelajaran tidak dapat diartikan secara sederhana sebagai alih informasi pengetahuan dan ketrampilan ke dalam benak siswa. Pembelajaran yang efektif seyogyanya membantu siswa menempatkan diri dalam situasi di mana mereka mampu melakukarn konstruksi-konstruksi pemikirannya dalam situasi wajar, alami, dan mampu mengekpresikan dirinya secara tepat apa yang mereka rasakan dan mampu melaksanakannya.
Hal tersebut mengandung pengertian bahwa pembelajaran selain harus mampu memotivasi siswa untuk aktif, kreatif dan inovatif, juga hams disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa itu sendiri. Oleh karena itu dalam kurikulum pendidikan IPS sekolah dasar tahun 1994 butir 9 tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan GBPP (Depdikbud, 1993) dijelaskan bahwa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran guru hendaknya menerapkan prinsip belajar aktif, yakni pembelajaran yang melibatkan siswa secara fisik, mental (pemikiran, perasaan dan sikap sosial) serta sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Kenyataan di lapangan menunjukkan hal yang berbeda dengan konsep di atas, sehingga Sunal tahun 1990 menyimpulkan bahwa buku-buku teks IPS yang telah ditulis oleh para ahli, tidak menyajikan proses pembelajaran IPS yang dituntut oleh apa yang seharusnya dilakukan guru dan apa yang diinginkan siswa. Menurut Schug, Todd dan Beery, siswa menghendaki pembelajaran yang bersifat: group projects, field trips, independent work, less reading, discussions, clear examples, students planning, and challenging, learning experiences. Class activities, role playing; and stimulation. Proses pembelajaran IPS di sekolah dasar selama ini lebih ditekankan kepada penguasaan bahan/materi pelajaran sebanyak mungkin, sehingga suasana belajar bersifat kaku, dan terpusat pada satu arah serta tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar lebih aktif. Budaya belajar lebih ditandai oleh budaya hafalan dari pada budaya berfikir, akibatnya siswa menganggap bahwa pelajaran IPS adalah pelajaran hapalan saja.
Proses pembelajaran IPS di Sekolah Dasar terutama di kelas VI, tampak semakin kuat pengaruh untuk mempersiapkan siswa supaya berhasil dalam Ujian Nasional (UN) dengan mendapatkan skor yang tinggi. Kondisi itu tidak hanya tampak pada perilaku siswa, akan tetapi terutama pada guru dan kebijakan pimpinan sekolah, serta harapan orang tua. Akibatnya proses pembelajaran ditekankan kepada penguasaan bahan sebanyak-banyaknya, sehingga penggunaan metode ceramah lebih banyak dilakukan dan dipandang lebih efektif untuk mencapai tujuan tersebut, sedangkan penggunaan metode inkuiri yang dipandang sebagai inovasi dalam pembelajaran IPS terutama di Sekolah Dasar belum banyak dimasyarakatkan.
Menurut catatan penulis ada beberapa hambatan, mengapa sampai saat ini inovasi dalam pembelajaran IPS belum dapat dilaksanakan dengan baik. Hambatan-hambatan tersebut antara lain, adalah: 1) Hambatan keahlian dan akademik, 2) Hambatan fasilitas pendidikan, 3) Hambatan mutu buku pendidikan, dan 4) Hambatan administrasi dan manajemen.
Oleh karena itu, walaupun penggunaan model pembelajaran terpadu dipandang sebagi salah satu inovasi dalam pembelajaran IPS, akan tetapi guru tetap saja belum dapat melaksanakannya secara optimal.
Adapun keuntungan penggunaan model pembelajaran terpadu dalam pembelajaran IPS khususnya di sekolah dasar menurut Tim Pengembang PGSD (1996) adalah : (a) Pengalaman dan kegiatan belajar anak akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak, (b) Kegiatan yang dipilih sesuai dan bertolak dari minat dan kebutuhan anak, (c) Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak, sehingga hasil belajar akan dapat bertahan lebih lama, (d) Menumbuh kembangkan ketrampilan berfikir anak, (e) Menyajikan kegiatan bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui dalam lingkungan anak, (f) Menumbuh kembangkan ketrampilan sosial anak seperti, kerja sama, toleransi, komunikasi, dan respek terhadap gagasan orang lain. Pendapat di atas mengindikasikan bahwa penggunaan model pembelajaran terpadu selain sesuai karakteristik siswa sekolah dasar, juga sesuai dengan jati diri IPS dan peranan guru dalam proses pembelajaran. Semoga.***

Pengembangan Srategi Pengajaran Konsep Dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan sosial di Sekolah Dasar

Penelitian ini berjudul ” pengembangan strategi pengajaran konsep dalam
Pembelajaran IPS di SD, dilaksanakan pada kelas 5 SD Negeri Cibiru X Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung dimaksudkan untuk memperoleh pengalaman empiric dalam mengembangkan dan menerapkan srategi pembelajaran IPS di SD melalui pengajaran konsep. Penelitian dilakukan saecara kolaborasi antara peneliti sebagai tenaga edukatif akademik di ingkungan PGSD dengan guru kelas sehingga sebagai praktisi tenaga kependidikan dasar di lapangan dapat meningkatkan proses hasil pembelajaran IPS di SD.sasaran lanjut pelaksanaan kolaborasi studi ini diharapkan dapat membantu mengatasi kesulitan dan hambatan yang dihadapi guru dalam melaksanakan tugasnya.

Dari proses pelaksanaan, diproleh hasil bahwa : guru kelas 5 SD Negeri Cibiru x telah megetahui model pengajaran konsep sebagai pengetahuaan teoritik, tetapi tidak pernah menerapkan karena memandang lebih sukar disbanding pola mengajar yang telah biasa dilakukannya. Guru kelas 5 SD Cibiru x bersikap terbuka dan menunujukan keinginan yang besar untuk mengembangkan kemampuan dalam mengalola pembelajaran IPS sehingga proses kolaborasi ini berhasil dilaksanakan da mencapai sasaran.

Prosedur Pengembangkan program peneletian tindakan kelas ini, dirancang pada setiap siklusnay terdiri dari lima tahap, yakni “ orentasi perencanaan, tindakan. Observasi, dan repleksi. Adapun hasil kongritnaya dapat dilihat dari siklus pelaksanaan, mulai dari tindakan I hingga 4 antara lain : pada tindakan pertama dan kedua, pembelajaran kurang efektif,seperti kurang kemampuan guru dalam penguasaan bahan pelajaran, penguasaan strategi pembelajaran konsep termasuk didalamnya kemampuan mengorganisasikan bahan pelajaran IPS pada tindakan ke tiga dan keempat terdapat perubahan derastis dan peningkatan setelah tim peneliti guru kelas mengadakan peninjauan kembali terhadap rencana pembelajaran berikut kegiatan pembelajarannya.

Dalam implimentasi pembelajaran guru sebagai praktisi melaksanakan kegiatan, yaitu dengan cara menggunakan srategi pengajaran konsep untuk membantu kelancaran pada setiap tindakan pembelajaran, peneliti melakukan pengamatan secara langsung terhadap proses pada pembelajaran. Dari setiap pengamatan selanjutnya dilakukan refleksi dan analisis setiap tindakan untuk kemudian melakuakan perbaikan-perbaikan

Pelaksanan penelitian tindakan kelas ini, telah menghasilkan perubahan-perubahan positf dan peningkatan yang mencakup perubahan sikp belajar dan hasil pembelajaran IPS. Adapun perubahan-perubahan yang terjadi itu meliputi : (1) .guru kelas dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengembangkan srategi pengajaran kosep IPS,(2). Srategi pembelajaran konsep dapat meningkatkan aktivitas, kraetivitas, dan motivasi siswa dalam pembelajaran IPS. (3). Minat belajar IPS tinggi, (4). Hasilbelajar IPs Meningkat .

Hasil penelitian tindakan ini, direkomendasikan kepada pihak terkait untuk mengembangkan model pengajaran konsep sebagai salah satu jalan keluar dari persoalan rendahnya mutu dan hasil pembelajaran IPS, khususnaya di sekolah dasar.

Pendidikan IPS di SD

Pendidikan IPS di SD adalah salah satu matakuliah penting yang bermanfaat untuk mengenalkan mahasiswa dengan konsep-konsep penting yang muncul dalam Pendidikan IPS di SD. Korelasi dengan Kurikulum yang berlaku sekarang (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)

PARADIGMA PENDIDIKAN IPS
Konsep dan Rasional “Social Studies” Secara Umum
Dalam wacana kurikulum sistem Pendidikan di Indonesia terdapat tiga jenis program pendidikan sosial, yakin: program (pendidikan) ilmu-ilmu sosial (IIS) yang dibina pada fakultas-fakultas sosial murni; disiplin ilmu pengetahuan sosial (PDPIS) yang dibina pada fakultas-fakultas pendidikan ilmu sosial: dan pendidikan ilmu pengetahuan sosial (PIPS) yang diberikan terutama di dalam pendidikan persekolahan
Perkembangan PIPS dan PDIPS secara konseptual terkait erat pada konsep “social studies” secara umum, dan secara kurikuler terkait erat pada perkembangan PIPS dalam dunia persekolahan. Oleh karena itu untuk melihat bagaimana karakteristik dan perkembangan PDIPS perlu dikaitkan dengan konsep, dan perkembangan “social studies” dan konsep serta perkembangan PIPS dalam dunia persekolahan.
Konsep “social studies” secara umum berkembang secara evolusioner di Amerika Serikat sejak tahun 1800-an, yang kemudian mengkristal menjadi domain pengkajian akademik pada tahun 1900-an, antara lain dengan berdirinya National Council for the Social Studies (NCSS) pada tahun 1935. Pilar akademik pertama muncul dalam pertemuan pertama NCSS tahun 1935, berupa kesepakatan untuk menempatkan “social studies” sebagai “core curriculum”, dan pada tahun 1937 berupa kesepakatan mengenai pengertian “social studies” yang berawal dari pandangan Edgar Bruce Wesley, yakni “The social studies are the social. sciences simplified for pedagogical purposes”.
Dari penelusuran historis epistemologis, tercatat bahwa dalam kurun waktu 40 tahunan sejak tahun 1935 bidang studi “social studies” mengalami perkembangan yang ditandai dengan ketakmenentuan, ketakberkeputusan, ketakbersatuan, dan ketakmajuan. Antara tahun 1940-1950 “social studies” mendapat serangan dari berbagai sudut; tahun. 1960-1970-an timbulnya tarik-menarik antara pendukung gerakan the new social studies yang dimotori oleh para sejarawan dan ahli-ahli ilmu sosial dengan gerakan “social studies” yang menekankan pada “citizenship education”. Para pendukung gerakan “the new social studies” kemudian mendirikan Social Science Education Consortium (SSEC). Sedangkan NCSS terus mengembangkan gerakan “social studies” yang terpisah pada “citizenship education”
Pada era 1980-1990-an NCSS kelompok berhasil, menyepakati “scope and sequence of social studies”, yakni tahun 1963; kemudian pada tahun 1989 berhasil disepakati konsep “social studies” untuk abad ke 21 yang dituangkan dalam “Charting A Course: Social Studies for the 21st Century”, dan terakhir pada tahun 1994 disepakati “Curriculum Standards for Social Studies”. Dalam perkembangan terakhir itu NCSS masih tetap menempatkan “citizenship education” sebagai inti dari tujuan “social studies”. Sementara itu pada kelompok SSEC, kelompok bidang studi ekonomi mengembangkan secara tersendiri “economics education”.

Paradigma Pendidikan IPS Indonesia
Pemikiran mengenai konsep pendidikan IPS di Indonesia banyak dipengaruhi oleh pemikiran “social studies” di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang memiliki pengalaman panjang dan reputasi akademis yang signifikan dalam bidang itu. Reputasi tersebut tampak dalam perkembangan pemikiran mengenai bidang itu seperti dapat disimak dari berbagai karya akademis yang antara lain dipublikasikan oleh National Council for the Social Studies (NCSS).
Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dalam dunia persekolahan terjadi pada tahun 1972-1973, yakni dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Dalam Kurikulum SD 8 tahun PPSP digunakan istilah “Pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial” sebagai mata pelajaran sosial terpadu. Dalam Kurikulum tersebut digunakan istilah Pendidikan Kewargaan negara yang di dalamnya tercakup Sejarah Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia, dan Civics yang diartikan sebagai Pengetahuan Kewargaan Negara.
Dalam Kurikulum 1975 pendidikan IPS menampilkan empat profil yakni: (1) Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Pendidikan Kewargaan Negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus yang mewadahi tradisi “citizenship transmission”; (2) pendidikan IPS terpadu untuk Sekolah Dasar; (3) pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai konsep payung yang menaungi mata palajaran geograft, sejarah, dan ekonomi koperasi; dan (4) pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG.
Bila disimak dari perkembangan pemikiran pendidikan IPS yang terwujudkan dalam Kurikulum sampai dengan dasawarsa 1990-an ini pendidikan IPS di Indonesia mempunyai dua konsep pendidikan IPS, yakni: pertama, pendidikan LPS yang diajarkan dalam tradisi “citizenship transmissio” dalam bantuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan. Kewarganegaraan dan Sejarah Nasional; kedua, pendidikan IPS yang diajarkan dalam tradisi “social science” dalam bentuk pendidikan IPS terpisah dari SMU, yang terkonfederasi di SLTP, dan. yang terintegrasi di SD.
Dilihat dari perkembangan pemikiran yang berkembang di Indonesia sampal saat ini pendidikan IPS terpilah dalam dua arah, yakni: Pertama, PIPS untuk dunia persekolahan yang pada dasarnya merupakan penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, dan humaniora, yang diorganisasikan secara psiko-pedagogis untuk tujuan pendidikan persekolahan; dan kedua, PDIPS untuk perguruan tinggi pendidikan guru IPS yang pada dasarnya merupakan penyeleksian dan pengorganisasian secara ilmiah dan meta psiko-pedagogis dari ilmu-ilmu sosial, humaniora, dan disiplin lain yang relevan, untuk tujuan pendidikan. profesional guru IPS. PIPS merupakan salah satu konten dalam PDIPS.

MODEL PEMBELAJARAN TERPADU IPS

PENERAPAN PEMBELAJARAN TERPADU MODEL SHARED PADA MATA PELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR MULYANI,
. Pengembangan model pembelajaran quantum pada mata pelajaran bahasa inggris di SMU dalam HERYATIN, Tintin, Model IPS terpadu – = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -; BK (Bimbingan Konseling) - = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -; Al-Qur'an Hadist (Muatan Lokal SMP Sumatera Barat) - = Kelas VII = – = Kelas VIII Saat ini, pelaksanaan kegiatan pembelajaran di SD kelas I – III untuk setiap mata pelajaran dilakukan secara terpisah, misalnya IPA 2 jam pelajaran, IPS 2 jam pelajaran, dan Bahasa Indonesia 2 jam pelajaran. jika dikelola dalam pembelajaran terpadu melalui pendekatan pembelajaran tematik. Untuk memberikan gambaran tentang pembelajaran tematik yang dapat menjadi acuan dan contoh konkret, disiapkan model pelaksanaan pembelajaran tematik untuk SD/MI kelas I hingga kelas pembelajaran terpadu. Model Pembelajaran Tematik (Pembelajaran Terpadu) – Latar Belakang Mengapa Disarankan untuk Digunakan di SD dan MI. Peserta didik yang berada pada sekolah dasar kelas satu, dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini . Saat ini, pelaksanaan kegiatan pembelajaran di SD kelas I – III untuk setiap mata pelajaran dilakukan secara terpisah, misalnya IPA 2 jam pelajaran, IPS 2 jam pelajaran, dan Bahasa Indonesia 2 jam pelajaran.

Masalah pembelajaran IPS terpadu untuk jenjang SMP, sejak disosialisasikan tahun 2007 sampai sekarang, kelihatannya masih banyak menimbulkan pertanyaan. Bahkan masalah pemberian namapun belum ada keputusan yang pasti. Model Pembelajaran IPS Terpadu memuat beberapa keterpaduan antar-Kompetensi Dasar. Model ini juga menyangkut apa dan bagaimana seorang guru di SMP/MTs mengembangkan dan melaksanakan model tersebut. Sistematika Panduan Pengembangan

Ada tiga model pembelajaran IPS terpadu. Pertama, model integrasi berdasarkan topik. Caranya dengan memilih atau menetapkan topik tertentu, dan topik tersebut ditinjau dari berbagai disiplin ilmu yang tercakup dalam IPS, misalnya topik Perlu suatu penelitian yang dilakukan dalam bentuk kaji tindakan kelas (action research) bertujuan untuk memperbaiki kegiatan belajar mengajar di kelas dan mengembangkan pembelajaran terpadu model gabungan dalam pembelajaran IPS di SD Dr. Sudjarwo, MS (Tim Penyusun IPS Terpadu, DIKNAS) dan Drs. Endang, S. Taryono (Ditjen. Dikti) Tampil sebagai narasumber utama dalam seminar nasional dengan tema paradigma dan model pembelajaran IPS Terpadu yang berlangsung di Ruang MODEL-MODEL PEMBELAJARAN IPS TERPADU. Oktober 29, 2008 — Wahidin. oleh : Ojim suryana. BAB II MODEL PEMBELAJARAN TERPADU. A. Pengertian Pembelajaran Terpadu Pembelajaran terpadu merupakan suatu model pembelajaran yang mencoba memadukan MODEL PEMBELAJARAN. TERPADU IPS. SMP/MTs/SMPLB. DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Tujuan penyusunan model pembelajaran IPS Terpadu pada tingkat SMP/MTs Pembelajaran IPS Terpadu SMP indonesia Pendidikan Kurikulum Model Pembelajaran Tematik. 747 reads. 01 Model Ips Terpadu Smp.3. 874 reads. RPP-01. 595 reads

Ruang lingkup penyusunan model pembelajaran IPS Terpadu antara lain mencakup hal 2. Pengembangan strategi model pembelajaran IPS Terpadu pada tingkat SMP/MTs.

tersebut adalah model pembelajaran IPA Terpadu dan IPS Terpadu untuk jenjang SMP. Model pembelajaran terpadu ini antara lain mensyaratkan bahwa pelajaran IPA yang

Penerapan model pembelajaran terpadu ( MODEL WEBBED ) dalam pembelajaran IPS SDN Tindakan Kelas Menerapkan Pembelajaran Terpadu Model Webbed di Kelas IV SDN

PEMBELAJARAN TERPADU MODEL NESTED SEBAGAI ALTERNATIF DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN IPS DI dalam pendidikan IPS melalui pembelajaran terpadu model nested dapat E. Perencanaan Pembelajaran Terpadu Model Integreted Adapun langkah dan tahapan dalam pembelajaran terpadu model integreted yaitu:

Baca selengkapnya silahkan download Model Pembelajaran Terpadu Ips.pdf Belajar Mengajar | yang berkaitan: model pembelajaran, IPS terpadu | Permalink IPS. 1. MODEL. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) PEMBELAJARAN IPS TERPADU 3 dalam Buku Platinum Pembelajaran IPS terpadu 3 terbitan. PT. Pelaksanaan model pembelajaran terpadu unit tematik yang difokuskan pada bidang IMPLEMENTASI PENDEKATAN SIKLUS BELAJAR PADA PEMBELAJARAN IPS SD Dapat disimpulkan bahwa LC-5E berbantuan bahan ajar terpadu memberikan Pembelajaran IPS (Geografi) Model STAD Bermedia Visual untuk Meningkatkan Aktivitas dan Perolehan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran terpadu model connected dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPS, baik kinerja guru maupun kualitas pembelajaran T,IPS ROH p-52: URN: etd-0411105-165003: Judul: Penerapan model pembelajaran terpadu ( MODEL WEBBED ) dalam pembelajaran IPS SDN dengan tema “ TRANSPORTASI DALAM KEHIDUPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN IPS TERPADU MODEL SHARED DI SEKOLAH DASAR (Suatu Penelitian Tindakan Kelas Menerapkan Model Berbagi di Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Panaragan 2 Bogor)Pembelajaran IPS Terpadu SMP; Silabus Ipa Terpadu 9 A; Rpp Ipa Terpadu 9 A; Rpp Ipa Terpadu 9b; SMP-MTs kelas08 belajar ipa membuk… Penerapan Model Pembelajaran Inqui…

Penerapan model pembelajaran terpadu ( MODEL WEBBED ) dalam pembelajaran IPS SDN dengan tema TRANSPORTASI DALAM KEHIDUPAN , ( Penelitian Tindakan Kelas Menerapkan Pembelajaran sekitar tahun 2004, salah satu inovasi yang disertakan di dalam KBK tersebut adalah model pembelajaran IPA Terpadu dan IPS Terpadu untuk jenjang SMP. Model pembelajaran terpadu ini SMP .. - IPS 1 MODEL Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) PEMBELAJARAN IPS TERPADU 3 untuk Kelas III SMP Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 terpadu ips januari 1779 reads. Model - Model Pembelajaran Sosial 6648 reads PELATIHAN PEMANFAATAN TIK UNTUK PEMBELAJARAN Tingkat Nasional 01 Model Ips Terpadu Smp3 Revisi 1032 reads PEMBELAJARAN TUNTAS (Mastery Learning) Hakikat Belajar dan Mengajar • Hakikat Belajar

Pembelajaran IPA yang bersifat konstruktif di SD

Pembelajaran IPA yang bersifat konstruktif di SD

Setidaknya ada lima cakupan yang harus dipelajari dalam pelajaran IPA di sekolah dasar. Keempat cakupan tersebut adalah:
1) Konsep IPA terpadu
2) biologi
3) fisika
4) ilmu bumi dan antariksa
5) IPA dalam perspektif interdisipliner

Sampai saat ini, konten sains bagi kebanyakan guru diberikan melalui metode ceramah dan kegiatan pembuktian di laboratorium, dengan sedikit fokus terhadap pemberian pengalaman dalam melakukan penelitian atau aplikasi IPA dalam konteks teknologi. NSTA dalam Science teacher Preparation ini membedakan kompetensi yang harus dimiliki oleh guru IPA sekolah dasar yang memliki latar belakang IPA dan guru-guru yang memiliki latar belakang keilmuan IPA SD dan SMP. NSTA merekomendasikan guru SD yang tidak memiliki latar belakang IPA untuk memiliki kompetensi dalam melangsungkan pembelajaran yang menitikberatkan pada kegiatan observasi dan mendeskripsikan kejadian, memanipulasi objek dan system, serta melakukan identifikasi terhadap pola yang ada di alam yang berhubungan dengan cakupan bidang studi IPA. Guru-guru ini juga harus melibatkan siswa dalam memanipulasi kegiatan yang mengarahkan pada pengembangan konsep melalui kegiatan investigasi dan analisis terhadap pengalaman. Sedangkan untuk guru yang memiliki latar belakang IPA untuk tingkat SD dan SMP kriteria yang harus dimiliki adalah melangsungkan pembelajaran yang menekankan pada kegiatan kolaboratif melalui inkuiri yang dilangsungkan di laboratorium atau lapangan. Guru-guru yang memiliki latar belakang pendidikan dalam IPA harus memiliki pemahaman yang lebih dalam dibandingkan guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan IPA, namun mereka harus memiliki tama-tema dan perspektif yang sama terhadap IPA.

Hurd (1998) yang menyatakan bahwa orang yang dinyatakan melek sains memiliki 3 ciri sebagai berikut:
(1) dapat membedakan teori dari dogma, data dari hal-hal yang bersifat mistis, sains dari pseudo sains, bukti dari propaganda dan pengetahuan dari pendapat.
(2) mengenal dan memahami hakikat IPA, keterbatasan dari saintifk inkuiri, kebutuhan untuk pengumpulan bukti.
(3) memahami bagaimana cara untuk menganalisis dan memproses data.

Untuk menjadi orang yang melek sains ini diperlukan cara pengajaran yang berisfat konstruktif. Ciri pembelajaran yang bersifat kosntruktif ini dapat dibedakan dengan pembelajaran yang bersifat tradisional dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. lebih memahami dan merespon minat, kekuatan, pengalaman dan keperluan siswa secara individual.
2. senantiasa menyeleksi dan mengadaptasi kurikulum.
3. berfokus pada pemahaman siswa dan menggunakan pengetahuan sains, ide serta proses inkuiri.
4. membimbing siswa dalam mengembangan saintifik inkuiri.
5. menyediakan kesempatan bagi siswa untuk berdiskusi dan berdebat dengan siswa lain.
6. secara berkesinambungan melakukan asesmen terhadap pemahaman siswa.
7. memberikan bimbingan pada siswa untuk berbagai tanggung jawab dengan siswa lain.
8. mensuport pembelajaran kooperatif (cooperative learning), mendorong siswa untuk bekerjasama dengan guru sains lain dalam mengembangkan proses inkuiri.

PENGERTIAN PENDIDIKAN IPA DAN PERKEMBANGANNYA

A. Pendahuluan
IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan Teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, IPA memiliki peran yang sangat penting. Kemajuan IPTEK yang begitu pesat sangat mempengaruhi perkembangan dalam dunia pendidikan terutama pendidikan IPA di Indonesia dan negara-negara maju.
Pendidikan IPA telah berkembang di Negara-negara maju dan telah terbukti dengan adanya penemuan-penemuan baru yang terkait dengan teknologi. Akan tetapi di Indonesia sendiri belum mampu mengembangkannya. Pendidikn IPA di Indonesia belum mencapai standar yang diinginkan, padahal untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sains penting dan menjadi tolak ukur kemajuan bangsa.
Kenyataan yang terjadi di Indonesia, mata plajaran IPA tidak begitu diminati dan kurang diperhatikan. Apalagi melihat kurangnya pendidik yang menerapkan konsep IPA. Permasalahan ini terlihat pada cara pembelajaran IPA serta kurikulum yang diberlakukan sesuai atau malah mempersulit pihak sekolah dan siswa didik, masalah yang dihadapi oleh pendidikan IPA sendiri berupa materi atau kurikulum, guru, fasilitas, peralatan siswa dan komunikasi antara siswa dan guru.
Oleh sebab itu untuk memperbaiki pendidikan IPA di SMP diperlukan pembenahan kurikulum dan pengajaran yang tepat dalam pendidikan IPA. Masalah ini juga yang mendasasri adanya kurikulum yang di sempurnakan (KYD) yang saat ini sedang di kembangkan di sekolah-sekolah, yaitu KTSP.
Dalam makalah ini penulis akan menyajikan tentang pengertian pendidikan IPA dan perkembangannya sehingga menyebabkan adanya perubahan kurikulum yang disempurnakan. Diharapkan setelah adanya penyempurnaan kurikulum maka pendidikan IPA dapat diajarkan sesuai dengan konsepnya serta dapat dikembangka dala dunia tekologi. Pendidikan IPA terpadu yang diterapkan di SMP dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, yang mampu berpikir logis, kreatif dan kritis dalam menanggapi isu teknologi di masyarakat.

B. Pengertian Pendidikan IPA
Pendidikan IPA merupakan disiplin ilmu yang didalamnya terkait dengan ilmu pendidikan dan IPA itu sendiri. Sebelum mengetahui lebih jelas mengenai pendidikan IPA serta ruang lingkupnya, IPA memiliki dua pengertian yaitu dari segi pendidikan dan IPA itu sendiri.
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan menurut Siswoyo (2007: 21) merupakan “proses sepanjang hayat dan perwujudan pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi dalam rangka pemenuhan dan cara komitmen manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social, serta sebagai makhluk Tuhan”.
Sugiharto (2007: 3) menyatakan bahwa “pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia baik secara individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan”.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu proses sadar dan terencana dari setiap individu maupun kelompok untuk membentuk pribadi yang baik dan mengembangkan potensi yang ada dalam upaya mewujudkan cita-cita dan tujuan yang diharapkan.
Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwapendidikan tidak hanya menitik beratkan pada pengembangan pola piker saja, namun juga untuk mengembangkan semua potensi yang ada pada diri seseorang. Jadi pendidikan menyangkut semua aspek pada kepribadian seseorang untuk membuat seseorang tersebut menjadi lebih baik.

2. Pengertian IPA
IPA sendiri berasal dari kata sains yang berarti alam. Sains menurut Suyoso (1998:23) merupakan “pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara universal”.
Menurut Abdullah (1998:18), IPA merupakan “pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain”.
Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan dididapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus di sempurnakan.
Dalam pembelajaran IPA mencakup semua materi yang terkait dengan objek alam serta persoalannya. Ruang lingkup IPA yaitu makhluk hidup, energi dan perubahannya, bumi dan alam semesta serta proses materi dan sifatnya. IPA terdiri dari tiga aspek yaitu Fisika, Biologi dan Kimia. Pada apek Fisika IPA lebih memfokuskan pada benda-benda tak hidup. Pada sapek Biologi IPA mengkaji pada persoalan yang terkait dengan makhluk hidup serta lingfkungannya. Sedangkan pada aspek Kimia IPA mempelajari gejala-gejala kimia baik yang ada pada makhluk hidup maupun benda tak hidup yang ada di alam.
Dari uraian di atas mengenai pengertian pendidikan dan IPA maka pendidikan IPA merupakan penerapan dalam pendidikan dan IPA untuk tujuan pembelajaran termasuk pembelajaran di SMP.
Pendidikan IPA menurut Tohari (1978:3) merupakan “usaha untuk menggunakan tingkah laku siswa hingga siswa memahami proses-proses IPA, memiliki nilai-nilai dan sikap yang baik terhadap IPA serta menguasi materi IPA berupa fakta, konsep, prinsip, hokum dan teori IPA”.
Pendidikan IPA menurut Sumaji (1998:46) merupakan “suatu ilmu pegetahuan social yang merupakan disiplin ilmu bukan bersifat teoritis melainkan gabungan (kombinasi) antara disiplin ilmu yang bersifat produktif”.
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan IPA merupakan suatu usha yang dilakukan secara sadar untuk mengungkap gejala-gejala alam dengan menerapkan langkah-langkah ilmiah serta untuk membentuk kepribadian atau tingkah laku siswa sehingga siswa dapat memahami proses IPA dan dapat dikembangkan di masyarakat.
Pendidika IPA menjadi suatu bidang ilmu yang memiliki tujuan agar setiap siswa terutama yang ada di SMP memiliki kepribadian yang baik dan dapat menerapkan sikap ilmiah serta dapat mengembangkan potensi yang ada di alam untuk dijadikan sebagai sumber ilmu dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian pendidikan IPA bukan hanya sekedar teori akan tetapi dalam setiap bentuk pengajarannya lebih ditekankan pada bukti dan kegunaan ilmu tersebut. Bukan berarti teori-teori terdahulu tidak digunakan, ilmu tersebut akan terus digunakan sampai menemukan ilmu dan teori baru. Teori lama digunakan sebagai pembuktian dan penyempurnaan ilmu-ilmu alam yang baru. Hanya saja teori tersebut bukan untuk dihapal namun di terapkan sebagai tujuan proses pembelajaran. Melihat hal tersebut di atas nampaknya pendidikan IPA saat ini belum dapat menerapkannya.
Perlu adanya usaha yang dilakukan agar pendidikan IPA yang ada sekarang ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan awal yang akan dicapai, karena kita tahu bahwa pendidikan IPA tidak hanya pada teori-teori yang ada namun juga menyangkut pada kepribadian dan sikap ilmiah dari peserta didik. Untuk itu maka kepribadian dan sikap ilmiah perlu ditumbuhkan agar menjadi manusia yang sesuai dari tujuan pendidikan.

C. Perkembangan Pendidikan IPA
Pemberian pendidikan IPA di sekolah menengah bertujuan agar siswa paham dan menguasai konsep alam. pembelajaran ini juga bertujuan agar siswa dapat menggunakan metode ilmiah untuk menyelesaikan persoalan alam tersebut.
Pendidikan IPA atau IPA itu sendiri memiliki peran penting dalam meningkatkan mutu pendidikan terutama dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas yang mepunyai pemikiran kritis dan ilmiah dalam menanggapi isu di masyarakat. Perkembangan IPA ini dapat menyesuaikan dengan era teknologi informasi yang saat ini tengah hangat di bicarakan dalam dunia pendidikan.
Menyadari hal ini maka pendidikan IPA perlu mendapat perhatian, sehingga dapat dilakukan suatu usaha yang di sebut modernisasi. Modernisasi sendiri merupakan proses pergeseran sikap, cara berpikir dan bertindak sesuai dengan tuntunan zaman. Dengan demikian modernisasi pendidikan IPA memiliki upaya untuk mengubah system menjadi lebih modern dan akan terus berjalan dinamis.
Modernisasi dalam pendidikan IPA meliputi dua hal yaitu materi IPA dan matematika, serta system penyampaian. Modernisasi pendidikan IPA telah berkembang di Negara-negara maju seperti Amerika, namun untuk Indonesia sendiri belum nampak perkembangannya
Modernisasi yang dilakukan di Indonesia terkait dengan adanya perubahan kurikulum yang dominant terlihat pada kurikulum 1975, kurikulum ini berpengaruh pada kurikulum 1984 dan 1994. selanjutnya berubah menjadi Kurikulum 2004 yang biasa dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sampai akhirnya sekarang telah disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

1. Perkembangan Kurikulum
Kurikulum sendiri memiliki pengertian sebagaimana dalam UU SPN No 20 Tahun 2003 pada bab I pasal I (Muhammad. Joko,2007:82) yaitu seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.Kurikulum dimulai sejak adanya kurikulum 1975 yang berpengaruh pada kurikulum 1984 dan 1994.

a. Kurikulum 1975
Pendidikan di Indonesia sudah dimulai sejak proklamasi kemerdekaan atau tepatnya tanggal 17 agusyus 1945. sejak saat itu telah terjadi beberapa kali pembaharuan kurikulum mulai dari yingkat sekolah dasar hingga menengah. Pembaharuan kurikulm tersebut dilakukan untukmembuat pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik, menurut Jasin (1987), sudah dilakukan lima kali pembaharuan kurikulum. Pembaharuan tersebut adalah:
v Pembaharuan pertamakali dilakukan pada tahun 1947. Pembaharuan tersebut dilakukan untuk mengganti seluruh sistem pendidikan kolonial Belanda yang sebelumnya telah dicanangkan di Indonesia. Pembaharuan ini sangat didukung dengan masih adanya semangat revolusi nasional dan semangat proklamasi kemerdekaan yang masih menyala-nyala. Pembaharuan yang pertama atau disebut dengan rencanapelajaran 1947 ini menekankan pada pembentukan karakter manusia.
Pembaharuan yang kedua terjadiv dengan keluarnya rencana pendidikan 1964. Pembaharuan kurikulum ini didasarkan pada usaha untuk mengejar ketertinggalan pendidikan di Indonesia di bidang ilmu alam (science) dan matematika.
v Pembaharuan yang ketiga terjadi karena dikeluarkannya kurikulum 1968. Pembaharuan ini terjadi bersamaan dengan beralihnya sistem pemerintahan dari orde lama ke orde baru. Keadaan tersebut menuntut adanya pembaharuan dalam segala aspek kehidupan yang salah satunya adalah pendidikan.
Pembaharuan yang keempat terjadi seiring denganv diterbitkannya kurikulum 1975/1976/1977. Kurikulum ini ditandai dengan adanya usha yang sistematis dalam penyusunan kurikulum tersebut. Bahan-bahan yang bersifat empiris dijadikan dasar dalam penyusunan kurikulum ini.

b. Kurikulum 1984
Kurikulum ini manggantikan kurikulum 1975 yang didasarkan pada surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 0461/U/1983 tentang perbaikan kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Kurikulum ini sudah disesuaikan dengan kebutuhan kerja industri pada masa itu.

c. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 berisi tentang kewenangan pengembangan yang seluruhnya beada ditanagn pusat dan daerah sehingga sekolah tidak begitu terlibat, kemudian tidak terjadi penataan materi, jam pelajaran serta struktur program siswa hanya dianggap sebagai siswa yang harus menerima semua materi dan tanpa mem[praktekannya. Pembelajaran hanya dilakukan di dalam kelas dan ketrampilan hanya dikembangkan melalui latihan soal. Mulyasa (Muhammad Joko,2007:102-104).
Dari uraian di atas erlihat bahwa kurikulum ini tidak atau kurang mengena pada siswa untuk pendidikan IPA, mengingat bahwa pendidikan IPA tidak sekedar mengajarkan konsep namun membutuhkan proses ketrampilan. Sebagai contoh meneliti, mengalami danmembuat rancangan prosedur sehingga kurikulum ini dirasa kurang baik dan akhirnya terjadi perubahan kurikulum yang disebut KBK.

d. Kurikulum 2004 (KBK)
KBK tidak ditetapka dalam UU atau Peraturan Pemerintah. Alasan dirubahnya kurikulum 1994 menjadi KBK karena mutu pendidikan di Indonesia yang kurang baik dan banyak siswa yang tidak menerapkan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan, selain itu mereka dituntut untuk menghapal materi tanpa memahaminya sehingga apa yang telah di ujikan maka materi itu akan dengan mudah lupa.
Oleh karena itu dengan dirubahnya kurikulum 1994 menjadi KBK diharapkan dapat menekankan kurikulum pada kompetensi yang harus dimiliki dan dikuasai siswa dalam menyelesaikan pembelajaran. Menurut Paul (2007:43) kompetensi merupakan “kemampuan yang dapat berupa keterampilan, nilai hidup siswa yang mempengaruhi cara mereka berpikir dan bertindak”.
Secara umum KBK memiliki enam karakteristik menurut Muhammad joko (2007:102) yaitu: “(1) system belajar dengan modul,(2) menggunakan keseluruhan sumber belajar, (3) pengalaman lapangan, (4) strategi individual personal, (5) kemudahan belajar dan (6) belajar tuntas”.
Dalam kurikulum KBK ini sekolah dimberi keleluasaan dalam menyusun dan mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga dapat mengakomodasi potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta didik serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah. Di samping itu kurikulum ini juga menuntut siswa untuk aktif dan diharapkan lulusan dari tingkat SMP siswa dapat berpikir logis, kritis dan inovatif serta dapat memecahkan masalah sesuai metode ilmiah.

e. Kurikulum 2006 (KTSP)
KTSP (kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) merupakan kurikulum yang di sempurnakan dari kurikulum 2004 (KBK). Kurikulum ini disusun oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah. Prinsipnya hamper sama dengan KBK. KTSP diberlakukan mulai tahun 2006/2007. Dalam kurikulum ini pemerintah hanya sebagai pengembang kompetensi sebagai standar isi dan kelulusan. Selanjutnya sekolah bebas menyusun kurikulum sesuai dengan keadaan sekolah dan siswa didik.
KTSP disusun dalam rangka memenuhi amanat yang tertuang dalam UU republic Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional dan permen No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dalam KTSP pendekatan balajar berbasis kompetensi dan terjadi penataan materi, jam belajar dan struktur program. (Muhammad Joko, 2007:102).
Perubahan urikulum harus beranjak pada kompetensi yang berdasar pada kebutuhan dimasyarakat. Harapannya dengan kurikulum terakhir yang lebih dikenal dengan KTSP lebih mudah diterapkan karena guru diberi kebebasan untuk mengembangkan kompetensi siswa. Keberhasilan pendidikan akan tergantung pada sekolah dan guru yang menerapkan kurikulum tersebut. Harapannya dapat meningkatkankualitas SDM.

2. Kurikulum IPA di Indonesia
Melihat dari kurikulum di atas maka kurikulum Pendidikan IPA di SMP telah dirancang sebagai pembelajaran yang berdimensi kompetensi karena IPA sangat penting sebagai Ilmu Pengetahuan dan untuk mengembangkan teknologi.
Kurikulum sebelum KTSP IPA di SMP diajarkan dengan memisahkan mata pelajaranm kedalam tiga aspek yaitu Fisika, Biologi dan Kimia. Dalam hal ini ketiga mata pelajaran ini hanya mencakup pada aspek IPA tanpa teknologi dan masyarakat. Padahal tujuan dari pembelajaran IPA buakn hanya pada konsep tetapi ketrampilan proses agar dapat berpikir ilmiah, rasional dan kritis.
Sesuai dengan adanya isi materi yang kurang mengena pada teknologi maka ketiga aspek tersebut dirangkum dalam satu mata pelajaran yaitu pendidikan IPA terpadu yang saat ini telah diterapkan dalam kurikulum KTSP.

D. Penutup
Pendidikan IPA merupakan disiplin ilmu yang di dalamnya terkait antara pendidikan dengan IPA. Pendidikan merupakan suatu proses sadar dan terencana dari setiap individu maupun kelompok untuk membentuk pribadi yang baik dalam mengembangkan potensi yang ada dalam upaya mewujudkan cita-cita dan tujuan hidup yang diharapkan. IPA sendiri merupakanpengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang dipeoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah yang didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus disempurnakan.
Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan IPA merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk mengungkap gejala-gejala alam dengan meerapkan langkah-langkah ilmiah serta untuk membentuk kepribadian atau tingkah laku siswa sehingga siswa dapat memehami proses IPA yang kemudian dapat dikembangkan di masyarakat.
Pendidikan IPA di SMP memiliki tujuan agar peserta didik dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar yang kemudian dapat dikembangkan menjadi suatu ilmu yang baru.
Perkembangan IPA ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi yang berpengaruh dalam kehidupan di masyarakat. Oleh sebab itu pendidikan IPA sangat diperlukan, melalui pembelajaran IPA ini, diharapkan peserta didik dapat menggali pengetahuan melalui kerja ilmiah dan terus mengembangkan sikap ilmiah.

TINJAUAN TENTANG HAMBATAN – HAMBATAN PENGGUNAAN MEDIA PENGAJARAN IPA BAGI GURU KELAS V SD

ABSTRAK
Pengelolaan proses pendidikan dan pengajaran merupakan salah satu dari upaya pelaksanaan pendidikan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia pada umumnya, dalam hal ini tidak terlepas dari faktor-fakor lain yang mendukung
proses pendidikan tersebut. Media pengajaran merupakan komponen dari metode mengajar, dengan menggunakan media dalam pembelajaran berarti guru telah mengupayakan pengelolaan proses interaksi antara guru dan siswa, dan siswa
dengan lingkungan belajarnya yang baik-baik.
Untuk mengoprasionalkan media pengajaran di sekolah di pengaruhi oleh faktor-
-faktor seperti, pendidikan guru, pengalaman guru mengajar, keterampilan guru dalam menggunakan media pengajaran, keberadaan media pengajaran di sekolah dan lain-lain. Sesuai dengan uraian di atas maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah masih ada hambatan-hambatan bagi guru SD dalam penggunaan media pengajaran IPA di sekolah dasar?.
2. Apakah guru-guru sudah pernah mendapatkan latihan, penataran tentang penggunaan media pengajaran IP A di sekolah dasar?.
3. Apakah kekurangan media pengajaran IPA di Sekolah dasar para guru mempunyai inisiatif untuk menanggulanginya?. Dengan demikian maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mengharnbat atau menghalangi penggunaan media pengajaran IP A,
keberadaan media di sekolah dan untuk mengetahui alternatif pemecahan masalah penggunaan media pengajaran IPA di sekolah dasar. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Pribadi si peneliti atau yang bersangkutan maupun untuk masyarakat secara luas.
2. Guru-guru yang mengajar bidang studi IPA di sekolah dasar pada umumnya, dan khususnya bagi guru yang mengajar di kelas V SD.
3. Penelitian ini diharapkan bermanfaat pula sebagai masukan bagi peneliti, dalam rangka perbaikan mutu pendidikan dan LPTK serta D II PGSD.
Selanjutnya penelitian ini dilakukan dengan pendekatan “diskriptif’, dimana hasil
penelitian ini mengambil lokasi di Wilayah Kecamatan Metro Utara Kota Metro, dan populasinya para guru SD Negeri serta sampelnya adalah guru yang mengajar IPA di kelas V SD.
Setelah dilakukan pengumpulan data, analisa data, dan pembahasan dapat
disimpulkan bahwa :
1. Masih ditemukan faktor-faktor yang menghambat dalam penggunaan media pengajaran Kit IPA di SD
2. Pendidikan guru, pengalaman guru mengajar, penataran yang diikuti guruguru belum dapat memotivasi guru lain dalam penggunaan media
pengajaran IPA.
3. Kurangnya monitor dan motivasi dari pihak-pihak yang berkompeten tentang penggunaan media pengajaran IPA di sekolah dasar, akibatnya
motivasi guru untuk menggunakan media pengajaran menjadi rendah.

EFEKTIVITAS PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DALAM PENGAJARAN IPA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SD INPRES PAJJAI MAKASSAR

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh praktikum lapangan terhadap hasil belajar IPA siswa SLTP Negeri 3 Pangkajene Kabipaten Pangkep. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental, dimana terdapat dua kelompok sampel (eksperimen dan kontrol). Data dalam peneltian dikumpul dengan menggunakan instrumen berupa soal (test) hasil belajar yang dilakukan setelah pengajaran berlangsung (praktikum lapangan dengan konvensional). Data yang terkumpul selanjutnya diolah dan dianamisi dengan statistik infresial uji t (t-test) untuk mengetahui variabel bebas terhadap variebel terikat. Hasil analis menunjukkan dengan db = 39, t hitung = 0,321, dan t tabel = 1,70yang dikonsultasikan dengan syarat penerimaan dan penolakan hipotesis, ternyata hipotesis yang diajukan (H1) di tolak. Berarti praktikum lapangan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar IPA siswa SLTP Negeri 3 Pangkajene Kabupaten Pangkep. Penolakan H1 oleh penulis diduga karena faktor-faktor kurangnya penguasaan materi siswa sebelumpraktikum, kelengkapan alat dan bahan, serta pengalaman praktikum yang sangat minim. Meski demikian jika data diprosentasekan menunjukkan hasil siswa yang memperoleh nilai 7 dengan praktikum lapangan sebesar 42,5 % dengan pengajaran konvensional (ceramah) sebesar 37,5 %, memperoleh nilai 8 dengan praktikum sebesar 30 % dengan pengajaran konvensional sebesar 5 %.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah pendidikan merupakan masalah yang cukup kompleks, karena terkait dengan masalah kuantitas, masalah kualitas, masalah relevansi dan masalah efektivitas. Masalah kuantitas timbulsebagai akibat hubungan antara pertumbuhan sistem pendidikan dan pertumbuhan penduduk.
Masalah kualitas adalah masalah bagaimana meningkatkan kemampuan sumber daya manusia. Masalah kualitas pendidikan merupakan masalahyang cukup serius di dalam rangka kelangsungan hidup brbangsa dan bernegara, dakam konteks hubungan bangsa dengan beradapan dunia. Penanganan masalah aspek kualitas berhubungan erat dengan penanganan aspek kuantitas, oleh karenannya perlu ada keseimbangan antara keduanya.
Masalah relevansi timbul dari hubungan antara sistem pendidikan dan pembangunan nasional, dan harapan masyarakat tentang peningkatan output pendidikan. Masalah efektivitas merupakan masalah kemampuan pelaksanaan pendidikan. Sedangkan masalah efisiensi pada hakekatnya juga merupakan masalah pengelolaan pendidikan.
Sehubungan dengan aspek permasalahan aspek di atas pemerintah telah banyak melakukan serangkaian kegiatan secara terus menerus melalui tahapan pembangunan di bidang pendidikan. Kesemunya diarahkan pada pencapaian peningkatan mutu pendidikan atau menyangkut aspek kualitas pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas, maka pembangunan pendidikan sekarang harus mengalami perubahan. Misalnya penyampaian pelajaran tidaklah cukup dengan mengutarakan secara tulisan saja. Ini berarti bahwa sistem intruksional menghendaki para pengajar berusaha menjadikan keterlibatan mental maupun fisik siswa dalam proses pengajaran. Sehingga pengajaranyang efektif dan berhasil guna dapat tercapai untuk menunjang pencapaian tujuan. Hal ini menuntut pihak pengajar sedapat mungkin mencari pola organisasi pengajaranyang tepat sebagai alternatif yang sesuai dengan karakteristik materi yang diajarkan. Salah satu acuannya adalah analisis materi atau strukturisasi konsep.
Untuk mewujudkan harapan tersebut di atas, perlu dilakukan pembaharuan pendidikan yang dituangkan dalam berbagai program pembaharuan pendidikan. Misalnya perubahan kurikulum, pemberdayaan guru-guru bidang studi melalui penataran, pengadaan buku-buku paket serta pemilihan metode dan pendekatan pengajaranyang tepat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu “Apakah penggunaan pendekatan keterampilan proses dalam pengajaran IPA berpengaruh atau efektif terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar Inpres Pajjai Makassar khususnya mata pelajaran IPA ”.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan penelitian yakni untuk mengetahui apakah penggunaan pendekatan keterampilan proses dalam pengajaran IPA berpengaruh atau efektif terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar Inpres Pajjai Makassar khususnya mata pelajaran IPA.
2. Manfaat Penelitian
Secara umum diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peserta didik, pendidik, lembaga pendidikan dalam meningktakan kualitas pendidikan. Secara khusus penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang bagaimana pengaruh pendekatan keterampilan proses dalam pengajaran IPAyang selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan melakukan pengajaran IPA di Sekolah Dasar.
D. Variabel dan Definisi Operasional.
Agar dapat dipahami arah dan tujuan penelitian ini, dipandang perlu memberikan gambaran tentang variabel penelitian yang sekaligus sebagai batasan operasional.
1. Pendekatan Keterampilan proses
Yang dimaksudkan di sini adalah pendekatan dalam melakukan keinginan pengajaran IPA yang menekankan pada keterampilan mengamati, mengumpulkan data, menemukan persamaan dan perbedaan materi yang dikaji. Pada gilirannya diharapkan siswa dalam belajarnya menggunakan pengetahuan atau perolehnya.
2. Prestasi Belajar IPA
Prestasi belajar yang dimaksud di sini adalah hasil perolehan siswa setelah dilakukan testing terhadap materi yang telah diajarkan dengan pendekatan keterampilan proses.
E. Hipotesis Penelitian
Untuk memberikan arah terhadap kesimpulan yang hendak dicapai, maka perlu dirumuskan hipotesis, sebagai berikut : Penggunaan pendekatan keterampilan proses dalam pengajaran IPA berpengaruh secara efektif terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar Inpres Pajjai Makassar, khususnya mata pelajaran IPA.

PENGAJARAN BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH DASAR

PENDAHULUAN
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060/U/1993 tanggal 25 Pebruari 1993 Kurikulum Pendidikan Dasar yang dilengkapi dengan Lampiran I yang memuat hal-hal pokok tentang landasan yang dijadikan pedoman dalam pengembangan kurikulum, tujuan pendidikan pada Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, program pengajaran yang mencakup isi program pengajaran, lama pendidikan dan susunan program pengajaran; pelaksanaan pengajaran; penilaian; dan pengembangan kurikulum selanjutnya, di tingkat nasional dan di tingkat daerah.
Karya tulis ini disusun untuk mendekati permasalahan pengajaran bahasa Inggris di tingkat Sekolah Dasar yang menggunakan pendekatan psikologi bahasa sebagai satu usaha akademis untuk bisa mendekati permasalahan pengajaran bahasa Inggris dan sekaligus memberikan saran-saran yang bersifat tentative dalam menghadapi kenyataan-kenyataan di lapangan khususnya di Sekolah-sekolah Dasar di Kalimantan Selatan yang mencoba memberi pelajaran Bahasa Inggris sebagai muatan lokal.
Sepengetahuan penulis, belum pernah dilakukan pengkajian yang menggunakan dasar-dasar psikologi bahasa untuk menyusun program pengajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar. Yang ada ialah program pengajaran bahasa Inggris yang disusun berdasarkan pendekatan kebermaknaan dan pendekatan ini sebenarnya bermuara pada linguistik pragmatik (Baradja, 1997 : 16). Pendekatan yang bermuara pada linguistik pragmatik ini mengandung perbagai implikasi yang perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Tulisan ini mencoba menampilkan uraian yang objektif dengan menggunakan landasan-landasan fikiran yang secara ilmiah teoritik aplikatif dapat dipertanggung jawabkan, mengingat pentingnya pemahaman terhadap pengajaran bahasa Inggris di SekolahDasar.

METODE PENULISAN
Tulisan ini bersifat deskriptif kualitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yaitu dengan mencari bahan-bahan yang relevan baik berupa buku, jurnal maupun tulisan-tulisannya. Untuk lebih up to date, penulis juga menggunakan bahan rujukan yang bersumber dari internet.

TUJUAN PENULISAN
Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan deskripsi mengenai pengajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar mulai dari Sekolah Rakyar, Sekolah Dasar dengan acuan Kurikulum 1975, 1984, dan penjaan bahasa Inggris sekarang ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pendidikan Dasar pada tingkat
Sekolah Dasar
Psikologi pendidikan dan psikologi perkembangan dengan jelas membeberkan kedudukan pendidikan dasar dalam perkembangan dan pembentukan kepribadian anak yang menjalani pendidikan persekolahan tingkat dasar. Pendidikan persekolahan tingkat dasar inilah yang meletakkan dasar perilaku bersekolah selanjutnya (Ki Sarino M, 1982 : 75). Anak didik yang belum mempunyai kesadaran yang mantap tentang kewajiban-kewajiban serta tugas-tugas persekolahan, bisa mengalami kegoncangan mental, ketika menemui pengalaman belajar-mengajar di sekolah yang membuatnya terperangah (Iman Sudiyat, 1982 : 33).
Sejarah pendidikan dasar di Indonesia menunjukkan bahwa bukan baru di tahun sembilan puluhan ini, bahasa asing di ajarkan. Sebelum Perang Dunia II di jaman penjajahan Belanda, di sekolah-sekolah HIS yang sederajat dengan SD, mulai kelas-3 diajarkan bahasa Belanda secara intensif (Sadtono, 1988 : 27). Dan setiap siswa merasa sangat bangga ketika mulai berkenalan dengan bahasa Belanda. Baru seminggu dia belajar bahasa Belanda, si anak sudah bisa mengucapkan sepatah dua patah kata dan atau frasa dalam bahasa Belanda. Ketika di rumah, si anak dengan ucapan yang belum sempurna, namun sudah berani mendemonstrasikan di hadapan ayah-ibunya bahasa yang baru saja dipelajarinya di sekolah. Di malam hari ketika belajar, anak ini membaca buku pelajaran bahasa Belanda yang diberikan sekolah kepadanya dengan suara yang keras, agar orang lain bisa mendengarnya (Lambut, 1988 ; 19).
Di Jaman pendudukan Jepang, sejak kelas 2 Sekolah Rakyat, siswa harus belajar bahasa Jepang melalui aksara Katakana dan Hirakana. Baru di kelas 4 diajarkan aksara Kanji. Secara jujur harus pula dikatakan bahwa siswa Sekolah Rakyat yang belajar bahasa Jepang itu, dapat berbahasa Jepang dengan baik (Lambut 1988 : 36). Semua itu menunjukkan bahwa pelajaran bahasa asing di masa lalu, tidak menimbulkan masalah yang buruk bagi pembelajaran bahasa dan ilmu yang diperuntukkan bagi pendidikan dasar itu.
2. Program Pengajaran di Sekolah Rakyat
Di jaman penjajahan Belanda, di jaman pendudukan Jepang, program pengajaran di Sekolah Rakyat memang benar-benar program pengajaran dasar untuk rakyat. Program Sekolah Rakyat meliputi : menyanyi, menggambar, budi pekerti, berhitung, membaca, menulis, dan bersenam/bermain-main, menyanyi, menggambar, dan bermain-main adalah pelajaran yang memberi rasa senang dan gembira kepada anak-didik. Di sekolah mereka memperoleh kegembiraan dan semangat yang tidak diperolehnya di rumah (Winarno, 1972: 55).
Menyanyi, menggambar, dan bermain-main dilakukan secara metodik-didaktik dasar yang memang memberi manfaat bagi si anak. Dengan cara-cara yang diajarkan di sekolah, setiap anak dapat mengembangkan bakat dan minatnya sendiri-sendiri sesuai dengan lingkungan hidupnya.
Hanya membaca, menulis, dan berhitung yang harus dikerjakan dengan serius dan memerlukan disiplin yang tinggi. Sebagai hasilnya, siswa kelas dua Sekolah Rakyat sudah bisa diminta bantuan oleh ibunya yang buta huruf untuk menuliskan sebuah surat yang sederhana dan dapat menunggu warung dagangan dengan kemampuan yang baik.
3. Pendidikan Dasar pada Sekolah Dasar hingga Kurikulum 1975
Kurikulum Sekolah Dasar 1975 sudah menempatkan jenjang pendidikan ini pada jenjang pendi-dikan padat-ajar. Mata pelajaran Sekolah Dasar sudah berjumlah 16 dan jam pelajaran mulai dari pukul. 07.30 hingga pukul 12.30 dengan memberikan 2 kali istirahat masing-masing selama 15 menit. Kegiatan sekolah yang memberikan rasa ceria dan santai, sudah mulai menghilang, walaupun mata pelajaran menyanyi masih dipertahankan.
Berbeda dengan menyanyi pada Kurikulum lama, menyanyi pada Kurikulum 1975 sudah tidak diajarkan dengan didaktik metodik khusus. Pelajaran menyanyi lebih diarahkan pada menghafal lagu-lagu nasional dan perjuangan. Lagu-lagu untuk Sekolah Dasar semakin tersingkir. Menggam-bar sudah tidak lagi menjadi perhatian sekolah. Yang ada ialah kegiatan mewarnai gambaran dan menyelesai-kan gambaran.
Siswa Sekolah Dasar harus mulai menjalani disiplin sekolah yang ketat dan pelanggaran disiplin sekolah seringkali harus dihukum dengan hukuman bukan pelanggaran disiplin. Misalnya siswa disuruh menyalin kalimat berulang kali yang tidak mempunyai sangkut paut dengan pelanggaran disiplin yang dilaku-kannya.

4. Program Pengajaran Sekolah Dasar Berdasarkan Acuan Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 ini bukan lagi kurikulum yang disusun berdasarkan kemampuan dan kebutuhan bel;ajar sisiwa, tetapi lebih banyak didorong oleh pelbagai kepentingan yang berada di luar lingkup pendidikan dasar (Nababan, 1993 : 9). Pelbagai kepentingan telah masuk dan mempengaruhi muatan kurikulum sehingga kurikulum benar-benar melelahkan siswa. Akibatnya muncul reaksi psikis menolak. Siswa jadi acuh tak acuh terhadap pelajaran.
Pekerjaan rumah dikerjakan sambil lalu dan kesungguhan belajar menjadi mundur. Hal ini muncul sebagai reaksi psikis atas tekanan belajar dan berdisiplin yang di luar batas kewajaran bagi siswa yang berusia semuda itu.
Memikul tugas belajar dari demikian banyak buku dan ragam pelajaran dengan sendirinya menimbulkan reaksi jenuh (Surahmad, 1988: 57). Nilai bisa saja tinggi, tetapi fakta hasil belajar semakin rendah. Lebih-lebih ketika jenis tes objektif pilihan ganda merajalela, proses bernalar seolah-olah berhenti. Hendro memberikan ulasan yang keras sekali terhadap jenis tes objektif ini yang menurut beliau adalah bahwa jenis tes ini menipu semua pihak (Kraf, 1987: 55).

5. Pengajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar
Kalau kita berbicara tentang pengajaran, orang mau tak mau harus mengarahkan perhatian pada 4 hal utama yaitu i) tujuan yang hendak dicapai, ii) strategi belajar mengajar, iii) buku ajar, dan iv) kompetensi profesional untuk berwe-wenang mengajarkannya. (Nababa, 1993: 181).
Perlu disadari bahwa Lembaga Pendidikan Tenaga Kepen-didikan (LPTK) yang bertang-gung jawab atas pendidikan tenaga-tenaga kependidik-an, tidak mempunyai program pendidikan tanpa tenaga kependidikan yang memiliki kewenangan mengajar-kan bahasa Inggris di Sekolah Dasar. Sebelum adanya Kurikulum Kependi-dikan yang berlaku secara Nasional tahun 1994, LPTK diarahkan untuk menghasilkan tenaga pengajar untuk SMA.
Jangankan untuk Sekolah Dasar, untuk Sekolah Menengah Kejuruan atau SMK dan SLTP pun LPTK tidak siap. Ini berarti bahwa penyelenggaraan pengajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar tidak ditangani oleh guru yang memang kompetenasi mengajar bahasa Inggris untuk SD. Ini berarti bahwa pengajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar diselenggarakan secara coba-coba belaka. Padahal apapun juga yang diajarkan di SD sebagai lembaga pendidikan dasar yang paling awal, mempunyai pengaruh yang besar terhadap pengajaran di jenjang pendi-dikan yang lebih tinggi. Kuat lemahnya dasar yang berhasil diletakkan di Sekolah Dasar akan menentukan perkembangan selanjut-nya.
Alexei A. Leontiev dalam bukunya Psychology and the Language Learning Process (1989) mengemu-kakan mengenai belajar bahasa pada masa kanak-kanak bahwa “Language learning in an early age of a child (6 – 12 years old) has a deceptive effect. His language development will be greatly affected by his experience in learning the language. When he has undergone the right track of learning his language acquisition will develop smoothly (Leontiev, 1989 : 211).
Pendapat Leontiev ini memberi peringatan bahwa pengajaran bahasa, khususnya suatu bahasa asing, harus, harus dijalani sesuai dengan tuntutan pembelajaran anak. Dan untuk dapat berbuat demikian, diperlukan seorang guru yang benar-benar kompeten untuk itu.
Karena pengajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar masih belum merupakan kegiatan kurikuler nasional, maka buku ajarpun tidak tersedia. Guru harus menggunakan bahan ajar darurat yang kesesuaian dan kemanfaatannuya tidak bisa dipastikan.
Dan dengan tidak tersedianya guru bahasa Inggris di SD, strategi belajar-mengajar yang benar dan sesuai dengan kebutuhan pem-belajaran siswa juga tidak bisa di kembangkan.
Kesimpulannya hanya satu: hasil belajar bahasa Inggris di Sekolah Dasar tidak bisa dinilai, karena tidak tidak bisa ditentukan tujuan yang hendak dicapai.
Jikalau pandangan Leontiev dijadikan pegangan, maka dapat diprediksi bahwa pengajaran bahasa Inggris di SLTP dan di SMU juga tidak mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Dan yang lebih buruk, kesalahan belajar di SD akan dibawa serta di SLTP dan SMU dan selanjutnya. Selain dari itu gairah siswa untuk belajar bahasa Inggris tidak atau akan sukar di kembangkan karena mereka mempunyai pengala-man yang tidak menyenangkan mempelajari bahasa itu di Sekolah Dasar.

PENUTUP
Dengan memperhatikan uraian tadi, seyogyanya timbul kesa-daran bahwa pendidikan dasar yang diberikan di Sekolah Dasar mempu-nyai peranan yang sangat penting untuk pendidikan yang lebih lanjut. Peletakan dasar yang kuat dalam dasar-dasar pengembangan kemam-puan belajar akan memungkin-kan siswa mencapai tingkat kemampuan belajar yang baik dan efisien.
Pengajaran bahasa Inggris yang hasil belajarnya sangat berguna bagi kehidupan masa kini dan masa mendatang, hendaknya mendorong penyediaan tenaga pengajar, buku ajar, strategi belajar-mengajar dan kegiatan belajar-mengajar dan kegiatan belajar-mengajar yang memberikan rasa nyaman dan bukan rasa tertekan dan terpaksa.

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) BAHASA INGGRIS GURU SEKOLAH DASAR SISTEM JARAK JAUH

Diskripsi Singkat

Pengertian

Diklat Bahasa Inggris guru sekolah dasar sistem jarak jauh adalah suatu diklat bahasa Inggris yang diikuti oleh guru SD di lakukan secara jarak jauh dengan memanfaatkan berbagai media komunikasi. Bahan ajar dalam diklat ini dikembangkan dan dikemas dalam bentuk modul dilengkapi dengan media audio dan video yang dapat digunakan peserta untuk belajar mandiri.
Diklat bahasa Inggris ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Inggris di SD, dilaksanakan dengan sistem berjenjang, yaitu jenjang dasar dan jenjang lanjut. Masing-masing jenjang berlangsung selama enam bulan.


Latar Belakang

Beberapa pertimbangan yang menjadi landasan diselenggarakannya diklat bahasa Inggris sistem jarak jauh, antara lain:
Tekad pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di SD melalui peningkatan kualitas pembelajaran bahasa Inggris
Pembelajaran dan pemerolehan bahasa asing akan lebih baik apabila dilakukan secara dini, pengajaran bahasa Inggris seyogyanya sudah dilakukan sejak tingkat SD.
Adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan Bahasa Inggris, terutama di daerah tujuan wisata dan daerah yang memiliki industri penanaman modal asing.
Pengajaran bahasa Inggris di SD merupakan suatu kebutuhan yang tidak bias dielakkan dan perlu diikuti dengan penyiapan tenaga guru yang berkompeten melalui serangkaian diklat
Keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris di SD akan terealisasi apabila dilakukan oleh guru yang berkompeten di dukung dengan metode pembelajaran yang komunikatif dan tersedianya bahan ajar yang cukup serta berkualitas
Mengingat keanekaragaman kondisi dan karakteristik guru SD, maka prlu diklat yang dapat diikuti oleh guru SD yang memerlukan, tanpa harus meninggalkan tugas mengajar dan biaya relatif murah
Banyak guru SD yang sudah mengajar bahasa Inggris, padahal belum pernah dilatih atau mengikuti diklat bahasa Inggris


Visi/Misi
Meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan guru SD dalam melaksanakan pembelajaran bahasa Inggris

Tujuan
Mampu menguasai empat keterampilan berbahasa Inggris(menyimak,berbicara,membaca dan menulis)
Menyusun perangkat pembelajaran sesuai dengan GBPP/silabi
Memilih dan memanfaatkan sumber belajar yang tepat dalam kegiatan pembelajaran
Mengembangkan media pembelajaran sederhana sesuai kebutuhan
Memilih dan melaksanakan strategi pembelajaran
Mengelola pembelajaran sehingga tercipta iklim belajar yang menyenangkan
Melaksanakan evaluasi
Memberikan layanan bimbingan belajar

Sasaran
Guru Sekolah Dasar yang ditugasi mengajar bahasa Inggris di 20 propinsi, jumlah peserta
Jenjang dasar 400 orang
Jenjang lanjut 175 orang
Jenjang menengah 157 orang


Model dan Sistem

Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut:
Belajar mandiri
Belajar mandiri adalah proses belajar yang terjadi atas prakarsa sendiri. Belajar mandiri dapat dilakukan secara individual dan kelompok
Tutorial tatap muka
Untuk memecahkan kesulitan dalam belajar sendiri dan kelompok peserta diberikan tutorial tatap muka secara terorganisir, terprogram dan terjadwal yang dikoordinasikan oleh LPMP. Frekuensi tutorial 6 kali pertemuan dalam satu jenjang. Tiap pertemuan berlangsung minimal 4 jam pelajaran (4x50 menit)
Praktek mengajar
Untuk meningkatkan kemampuan mengajar bahasa Inggris, peserta diharuskan mengikuti praktek mengajar, baik simulasi maupun praktek lapangan.

Unsur-unsur

Persyaratan menjadi peserta
Guru SD yang sudah atau akan mengajar bahasa Inggris di SD, ditugasi oleh kepala sekolah dan lulus seleksi
Penyelenggaranya
Diklat ini merupakan program kerjasama antara Pustekkom, P4TK Bahasa, LPMP dan instansi terkait lainnya. Tim pengembang yaitu P4TK Bahasa , Pustekkom dan difasilitasi oleh Ditendik Ditjen Didasmen. Tim pengelola di propinsi terdiri dari unsur dinas pendidikan propinsi, (Balai Tekkom ) dan LPMP. Tim pengelola kabupaten/kota adalah dinas pendidikan kabupaten/kota
Bahan Ajar
Bahan ajar utama berupa modul yang dilengkapi program audio dan video yang dikembangkan secara terintegrasi
Sarana Prasarana
- Tersedianya ruang kelas untuk tutorial
- Radio kaset atau tape recorder
- Video player atau DVD player
- Pesawat televisi
- Komputer yang terkoneksi dengan internet

Kurikulum
Pengembangan kurikulum dilakukan oleh P4TK Bahasa dan Pustekkom berdasarkan kurikulum yang berlaku dengan menekankan pada penguasaan empat keterampilan berbahasa Inggris menyimak, berbicara, membaca dan menulis, pemahaman metodologi dan implementasi pembelajaran bahasa Inggris, berorientasi praktis mengacu pada karakteristik pendidikan SD serta bernuansa pendidikan usia dini

Evaluasi
Evaluasi hasil belajar peserta dilakukan melalui tes akhir modul, tugas mandiri, praktek mengajar dan evaluasi akhir program. Nilai kelulusan diperoleh dari hasil kumulatif dari rata-rata nilai tes akhir modul, nilai rata-rata tugas mandiri, nilai praktek dan nilai hasil evaluasi akhir program. Peserta dinyatakan lulus apabila mencapai nilai akhir minimal 60 dalam rentang nilai 0-100.

Setiap akhir jenjang diklat dilakukan evaluasi hasil belajar untuk menentukan keberhasilan peserta. Waktu pelaksanaan evaluasi akhir program sesuai dengan kalender akademik. Evaluasi akhir program dilaksanakan secara serentak di tempat yang ditentukan oleh tim pengelola kabupaten/kota. Pesrta yang berhak mengikuti evaluasi hasil belajar adalah peserta yang terdaftar di pengelola kab/kota dan aktif mengikuti semua kegiatan pembelajaran sekurang-kurangnya mengikuti 80 % kegiatan tutorial, penguasaan materi setiap modul sekurang-kurangnya 65% dan telah menyelesaikan tugas dan mengikuti praktek.


Pengendalian mutu dan sertifikasi
Pengendalian mutu dilakukan melalui pemantauan dan pembinaan. Selain itu juga dilakukan pengendalian mutu dengan mengacu pada standar kompetensi guru SD yang berlaku. Pengendalian mutu oleh Tim pengembang dan Tim pengelola. Peserta yang dinyatakan lulus akan memperoleh sertifikat atau STTPL dan berhak mengikuti diklat jenjang yang lebih tinggi. STTPL dikeluarkan dan ditandatangani oleh kepala LPMP

Kendala Pengajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar

The Indonesian government has acknowledged the importance of English by putting it into the education system for five decades. English has been integrated to secondary school for a long time. The English language is exerting even stronger influence in the modern world and has become an international language. There are also advantages of introducing a foreign language for young learners. The government of Indonesia has therefore set up the policy to introduce English language in primary schools. This policy is optional. It depends on school and community demands. The government does not provide teachers and curriculum. Schools and community are in charge to provide teachers, curriculum and facilities. Teachers are one of the most important parts in the discourse of education and the process of teaching and learning in schools. It was this that interested to research their perceptions of English language teaching for primary students
Keywords: English for young learners, teachers’ perception, teaching constrainst
Pendahuluan
Pengajaran bahasa Inggris di Indonesia sudah dimulai pada saat setelah masa Kemerdekaan Indonesia. Berbagai kurikulum dan metode telah dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menguasai bahasa Inggris. Walaupun demikian hasilnya masih belum dirasakan maksimal dalam membuat siswa dapat berkomunikasi dengan baik melalui bahasa tersebut. Berbagai masalah dan faktor yang melatar belakangi mengapa hasil yang dicapai belum sesuai yang diharapkan.
Salah satu cara pemerintah dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam berbahasa Inggris adalah memperkenalkan bahasa Inggris lebih dini, yaitu dimulai dari Sekolah dasar. Program ini dilaksanakan berdasarkan pada kurikulum 1994 untuk Sekolah Dasar. Secara resmi kebijakan tentang memasukkan pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar sesuai dengan kebijakan Depdikbud RI No. 0487/1992, Bab VIII, yang menyatakan bahwa sekolah dasar dapat menambah mata pelajaran dalam kurikulumnya, asalkan pelajaran itu tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Kemudian, kebijakan ini disusul oleh SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 060/U/1993 tanggal 25 Februari 1993 tentang dimungkinkannya program bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan lokal SD, dan dapat dimulai pada kelas 4 SD (Http:www.depdiknas.go.id/selayangpandangpenyelenggaraanpendidikannasional.) Sekolah mempunyai kewenangan mengenai mata pelajaran bahasa Inggris dimasukkan sebagai salah satu muatan lokal yang diajarkan di sekolah dasar berdasarkan pertimbangan dan kebutuhan situasi dan kondisi baik dari orang tua maupun lingkungan masyarakat itu sendiri. Kebijakan ini membawa dampak yang positif baik bagi masyarakat maupun sekolah yang menyelenggarakan program tersebut. Selama kurun waktu beberapa tahun ini, adanya kecendrungan yang meningkat sekolah melaksanakan program pengajaran bahasa Inggris mulai dari sekolah dasar.
Dalam perkembangannya program ini menghadapi masalah – masalah baik dari sekolah maupun dari guru. Salah satu kendala yang dihadapi adalah tidak tersedianya sillabus khusus mata pelajaran bahasa Inggris. Walaupun sebagai mata pelajaran muatan lokal akan tetapi bahasa Inggris haruslah tetap mempunyai sillabus tersendiri. Pemerintah dalam hal ini kementrian pendidikan nasional bidang dasar dan menengah tidak menyediakan sillabus mata pelajaran bahasa Inggris. Tugas tersebut diserahkan sepenuhnya kepada masing – masing daerah propinsi untuk membuat sillabus tersendiri sesuai dengan situasi dan kondisi di daerah tersebut. Masalah yang lain adalah metode dan strategi pengajaran oleh guru yang tidak sesuai dengan perkembangan siswa.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini kami akan melihat selain kendala yang dihadapi diatas, masalah – masalah apa lagi yang muncul dihadapi oleh guru selama proses pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar dan bagaimana mereka melaksanakan pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar
Metode
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menguraikan pendapat guru mengenai masalah yang mereka hadapi dalam pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar. Hasil data yang diperoleh akan diuraikan secara naratif atau deskriptif sebagai salah satu faktor yang menonjol dari penelitian yang menggunakan metode kualitatif.
Pembahasan
Materi Pengajaran
Hasil data yang diperoleh dari responden menunjukkan suatu kesimpulan bahwa materi pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar haruslah bersifat gembira dan interaktif. Oleh sebab itu materi dan metode yang diberikan harus sesuai dengan perkembangan siswa. Para guru mengatakan bahwa mereka bisa menggunakan lagu, teka teki, permainan dan gambar yang menarik selama proses belajar mengajar tersebut. Dunn (1983) mengatakan bahwa pembelajar muda sangat mudah meningkatkan kemampuan berbahasa mereka melalui permainan yang tepat untuk usia mereka. Akan tetapi tidak semua permainan untuk siswa muda cocok bagi mereka. Oleh karena itu tugas dan kewajiban guru untuk dapat menyeleksi permainan yang cocok buat mereka sesuai dengan tingkat kognitif, fisik, dan emosional anak. Hasil data juga menunjukkan bahwa para guru percaya bahwa buku pelajaran siswa seharusnya penuh warna agar menjadi menarik perhatian dan motivasi siswa itu sendiri. Greene dan Petty (1967) sangat mendukung pendapat ini. Mereka mengatakan bahwa gambar yang berwarna dan interaktif membuat siswa menjadi tertarik dan penasaran sehingga menambah motivasi mereka untuk mempelajari bahan selanjutnya. Ditambahkan pula bahwa siswa akan lebih mudah untuk menghafal kosa kata ketika mereka melihat sesuatu yang menarik. Menurut pendapat Frost (1967) bahwa mental pembelajar muda akan sangat tertarik ketika melihat
objek yang sebenarnya. Objek itupun akan sangat membantu untuk mengembangkan imajinasi mereka.
Ketika para responden ditanyakan apakah selama proses pembelajaran di kelas mereka menekankan pada pendekatan keahlian bahasa yang terpadu atau hanya menekankan pada satu atau beberapa aspek tertentu saja. Hasil data yang diperoleh menunjukkan bahwa mereka sendiri mempunyai pendapat yang berbeda. Saya pikir perbedaan mereka ini dikarenakan keterbatasan bahan pengajaran dan metode dari responden.
Pada umumnya guru berpendapat bahwa penekanan bahan pengajaran haruslah dibatasi hanya untuk aspek tertentu. Hal ini disebabkan waktu yang disediakan sangat terbatas dan jumlah siswa sangat banyak. Akan tetapi menurut peneliti sendiri dengan menekankan kemampuan siswa pada aspek tertentu maka hasil yang akan diperolh tidaklah maksimal. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Green dan Pretty (1967) bahwa tujuan pembelajaran bahasa haruslah menekankan pada seluruh kemampuan bahasa tersebut. Pembelajaran menulis, membaca, berbicara, dan menyimak haruslah diajarkan secara terpadu.
Tujuan Pengajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa para responden menyatakan bahwa pengenalan bahasa Inggris di sekolah dasar sangat penting. Ada beberapa alasan yang melatar belakangi program ini harus terus dilanjutkan. Alasan yang pertama ialah bahasa Inggris adalah suatu bahasa yang sangat penting dalam dunia internasional khususnya di era globalisasi sekarang ini. Bahasa Inggris dipergunakan sebagai media komunikasi dengan orang lain dari berbagai negara. Menurut pendapat Crystal (2003) bahwa bahasa Inggris tersebar dan dipergunakan hampir seperempat penduduk dunia dan terus akan berkembang menjadi satu setengah trilyun pada awal tahun 2000 an ini. Alasan kedua ialah dengan menguasai bahasa Inggris maka orang akan dengan mudah masuk dan dapat mengakses dunia informasi dan teknologi. Dengan pengenalan bahasa Inggris di sekolah dasar maka siswa akan mengenal dan mengetahui bahasa tersebut lebih awal. Oleh karena itu mereka akan mempunyai pengetahuan dasar yang lebih baik sebelum melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Menurut pedoman garis besar pendidikan dasar di Indonesia, tujuan pendidikan dasar di Indonesia ialah mempersiapkan lebih awal siswa pengetahuan dasar sebelum melangkah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. (Website Departemen Pendidikan Nasional, 2004). Alasan yang terakhir adalah bagi orang tua dan guru dapat memberikan bekal bagi siswa bahwa dengan menguasai bahasa Inggris maka bisa memberikan kesempatan yang lebih terbuka untuk mengembangkan diri guna memperoleh kesempatan yang lebih baik menghadapi persaingan lapangan kerja dan karir di masa yang akan datang. Oleh karena mngutip pendapat Pennycook (1995:40) bahwa bahasa Inggris telah menjadi suatu alat yang sangat menentukan bagi kelanjutan pendidikan, pekerjaan serta status sosial masyarakat.
Akhirnya kesimpulan utama alasan pengajaran bahasa Inggris diadakan di sekolah dasar ialah untuk memberikan pengetahuan penguasaan kosa kata yang banyak sehingga apabila siswa melanjutkan jenjang pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi mereka tidak akan mengalami kesulitan . oleh krena itu fokus utama dalam pengajaran bahasa Inggris ini menurut responden ialah penguasaan kosa kata. Dengan menguasai kosa kata yang banyak maka para siswa dapat dengan mudah menguasai keterampilan bahasa yang lain.
Masalah – Masalah Yang dihadapi Guru dan Bagaimana Mereka Mengatasinya.
Keahlian Profesi
Dari data yang diperoleh para guru menyatakan rasa percaya dirinya bahwa mereka layak dan mempunyai keahlian profesi untuk mengajarkan bahasa Inggris di sekolah dasar. Pada umumnya responden telah mempunyai kualifikasi pendidikan bahasa Inggris dan melalui pelatihan serta kursus bahasa Inggris. Hal ini penting dan sesuai yang dikemukakan oleh Brook (1967) bahwa seorang guru bahasa Inggris di sekolah dasar haruslah mempunyai keahlian dalam bahasa Inggris atau telah mengikuti pelatihan untuk mengajar siswa di sekolah dasar. Walaupun demikian saya sendiri berpendapat bahwa mereka masih harus meningkatkan kemampuannya khususnya dalam hal memahami kebiasaan anak dalam belajar bahasa asing. Oleh karena itu pelatihan atau lokakarya masih sangatlah mereka butuhkan. Di sisi yang lain perhatian pemerintah, sekolah dan masyarakat haruslah ditingkatkan khususnya mengenai status guru honor sehingga program ini bisa berlangsung dengan baik.
Pelaksanaan Pengajaran di Ruang Kelas
Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa para responden umumnya mempunyai masalah mengenai pelaksanaan pengajaran di kelas. Mereka semua mengharapkan terjadi suasana yang menyenangkan selama mereka mengajar. Apa yang terjadi jauh dari harapan mereka. Dalam pengajaran bahasa jumlah siswa seharusnya dibatasi. Akan tetapi kenyataannya bahwa di dalam kelas terdapat 40 orang atau lebih siswa sehingga tidak menciptakan suasana yang ideal. Namun demikian hal tersebut senearnya bisa diatasi dengan membagi siswa menjadi bebarapa kelompok atau membagi mereka dengan kerja berpasangan. Johnson (1994:185) mengatakan bahwa ada tiga kelebihan membagi siswa menjadi perkelompok:
1. Menciptakan suasana interaksi antara siswa dengan siswa
2. Merubah budaya siswa dari kerja individu menjadi kerja dalam satu kelompok.
3. Membuat suasana yang lebih variatif sehingga membuat siswa bisa menunjukkan kemampuannya secara maksimal.
Ahli lain, Dunn (1983), berpendapat bahwa dalam satu kelas sebaiknya dihuni antara 12 sampai 20 siswa. Untuk siswa sekolah dasar biasanya memerlukan perhatian yang lebih. Siswanya mengharapkan agar mereka bisa lebih diperhatikan secara individu mengingat usia mereka yang masih muda.ketersediaan buku pelajaran bagi guru dan siswa juga merupakan faktor penunjang kesuksesan program ini. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa semua guru memakai buku pelajaran sebagai penuntun mereka dalam memberikan materi pengajaran. Tetapi beberapa guru mengalami masalah karena kurang tersedianya buku pelajaran bagi mereka. Tidak semua siswa mempunyai buku pelajaran sehingga meeka harus berbagi dengan siswa lain. Dari hasil observasi di sekolah lain ditemukan bahwa ketersediaan buku pelajaran hanya terdapat di sekolah swasta yang kualitasnya sangat bagus. Masalah tersebut di atas juga ditambah dengan guru tidak mempunyai pedoman buku mana yang layak serta memenuhi standar untuk dipergunakan sebagai materi pembelajaran di kelas.
Ketidaktersediaan buku pelajaran di sekolah dapat menghambat atau menurunkan motivasi siswa dan guru. Slah satu cara mengurangi masalah tersebut ialah dengan memberikan materi yang sangat mereka kenali sebelumnya. Sebagai contoh bahan pelajaran yang berkaitan dengan kegiatan mereka sehari – hari, tanggal, buah – buahan, binatang dan benda – benda yang ada di rumah serta sekolah. Salah satu hal yang mendukung ialah Ratte (1967:279) yang mengatakan pembelajaran bahasa asing akan sangat berguna apabila bahan pengajaran berkaitan dengan hal – hal kegiatan sehari – hari, atau nmenggunakan media yang sesungguhnya sehingga meningkatkan rasa ingin tahu siswa serta motivasi belajarnya. Pendapat lain dari Hamalainen (1967) yang mengatakan bahwa cara untuk meninkatkan motivasi siswa dalam belajar ialah dengan menggunakan media pengajaran yang tepat misalnya film, gerakan tubuh, globe, gambar tape recorder.
Hal lain yang penting diperhatikan ialah masalah penempatan meja dan kursi di kelas. Pada kelas tradisional siswa biasanya duduku di bangku yang berbaris dan guru menerangkan pelajaran di depan kelas. Dalam situasi seperti ini hasil yang diharapkan tidak maksimal. Oleh karena itu sekolah dan masyarakat saling membantu untuk menyediakan fasilitas kelas yang baik sehingga kegiatan siswa di kelas dapat berlangsung lancar. Dunn (1983) mengatakan penempatan meja dan kursi di kelas harus bisa di atur sedenikian rupa sehingga interaksi siswa dengan guru dan siswa dengan siswa dapat berlansung dengan baik.
Partisipasi Sekolah dan Masyarakat
Dari hasil data yang didapat umumnya responden menyatakan ketidakpuasannya berkaitan dengan partisipasi sekolah dan masyarakat. Guru umumnya menyatakan sekolah seharusnya bertanggungjawab pada pemenuhan peralatan dan sarana pengajaran di sekolah. Selain itu juga ketidakjelasan status guru tersebut di sekolah. Kebanyakan responden berstatus guru tidak tetap atau guru honor. Sehingga kesejahteraannya agak terbaikan. Mereka harus mengerjakan pekerjaan lainnya selain mengajar. Dari pihak guru sendiri mereka bisa berhenti mengajar apaila ada tawaran yang lebih menjanjikan dari pihak lain. Apabila terjadi hal demikian maka kelangsungan program ini akan menjadi tanda tanya.
Masalah lainnya adalah kekurangan media pengajaran. Para guru harus mempersiapkan media pengajarannya yang secara tidak langsung menambah pengeluaran mereka sendiri. Meskipun demikian guru tersebut sangat senang mengajar siswanya. Kewajiban sekolah sebenarnya yang bisa menyediakan suasana pengajaran yang ideal. Kekurangan lainnya adalah tidak adanya fasilitas laboratorium bahasa dan perpustakaan yang memenuhi standar di sekolah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari data yang diperoleh dan sudah dibahas pada bagian sebelumnya maka dapat didapat empat kesimpulan utama: Pertama, para guru yakin bahwa dengan memberikan materi pengajaran yang baik bisa meningkatkan hasil yang positif terhadap siswa. Mereka berpendapat bahwa siswa akan lebih senang belajar dan termotivasi apabila materi yang diajarkan mengenai kejadian sehari – hari mereka, waktu, musim, benda – benda yang ada di sekolah dan di rumah. Apalagi materi tersebut membuat mereka gembiradan interaktif. Hal tersebut didapatkan apabila materinya melalui lagu, teka – teki, permaianan cerita dan gambar. Kedua, program pelaksanaan pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar sangat baik sekali sebagai tahap pengenalan bahasa asing sebelum mereka melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Kesimpulan yang ketiga ialah mengenai profesi kependidikan guru, para responden menyatakan kelayakan dalam mengajarkan bahasa Inggris di sekolah dasar. Namun demikian karena hanya lima responded yang bisa diwawancarai maka peneliti tida bisa memberikan generalisasi mengenai hal tersebut. Masalah yang lebih banyak terdapat pada bagian pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas. Ada dua alasan utama penyebab terjadinya masalah tersebut. Yang pertama ialah kelemahan guru dalam hal menangani masalah siswa di kelas. Yang kedua adalah ketersediaan sarana yang terbatas dari pihak sekolah. Oleh karena itu guru merasa bahwa keterlibatan pihak sekolah dan masyarakat belum banyak membantu pelaksanaan program ini. Sehingga para guru sangat mengharapkan keterlibatan pihak sekolah dan masyarakat khususnya orang tua dalam menyukseskan program pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar melalui penyediaan sarana dan fasilitas yang cukup buat guru dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut.
Saran – Saran
Walaupun selama pelaksanaan program ini banyak mengalami hambatan akan tetapi masih dipercaya bahwa program pengajaran bahasa Inggris untuk siswa di sekolah dasar akan tetap dilanjutkan apabila beberapa hal bisa diperbaiki maupun ditingkatkan. Hal yang pertama yang harus dilakukan ialah meningkatkan pengetahuan dan keahlian guru dalam hal menangani kelas dan siswa karena siswanya masih sangat muda oleh karena itu mereka harus diperlakukan sebagaimana mestinya walaupun sebagian besar mereka sudah mempunyai kualifikasi yang baik. Selain itu para guru juga dalam proses belajar mengajarnya harus lebih banyak menggunakan media pembelajaran yang tepat bagi siswa sekolah dasar. Oleh karena itu sangat diharapkan partisispasi yang lebih banyak dari pihak sekolah dan masyarakat khususnya para orang tua untuk menyediakan media pengajaran serta sarana penunjang pembelajaran bahasa asing di sekolah. Yang terakhir ialah perlu kiranya penelitian ini dilanjutkan ke skala yang lebih luas sehingga kita semua memperoleh gambaran yang sebenarnya pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar khususnya di wilayah Kalimantan Selatan.